Jumat, 21 Desember 2012

SISTEM PENGHARGAAN BIDAN

 SISTEM PENGHARGAAN BAGI BIDAN

OBJEKTIF PERILAKU SISWA
SETELAH MENGIKUTI PERKULIAHAN DIHARAPKAN MAHASISWA MAMPU
1.   Menjelaskan tentang penghargaan/rewards bagi bidan
2.   Menjelaskan Bidan Bintang
3.   Menjelaskan tentang punishment/sanksi bagi bidan

A.  PENGHARGAAN (REWARD)
Setiap bidan yang telah selesai menyelesaikan pendidikan kebidanan berhak dan wajib menjadi anggota IBI. Dalam lingkup IBI setiap anggota memiliki beberapa hak tertentu sesuai dengan kedudukannya yaitu:
*        ANGGOTA BIASA
*        Berhak mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
*        Berhak mengemukakan pendapat, saran, dan usul untuk kepentingan organisasi
*        Berhak memilih dan dipilih
*        ANGGOTA LUAR BIASA
*        Dapat mengikuti kegiatan yang dilakukan oleh organisasi
*        Dapat megemukakan pendapat saran, dan usul untuk kepentingan organisasi
*        ANGGOTA KEHORMATAN
Dapat megemukakan pendapat saran, dan usul untuk kepentingan organisasi
Bidan sebagai suatu profesi memiliki hak untuk mendapatkan penghargaan. Penghargaan diberikan kepada Bidan tidak hanya imbalan jasa tetapi juga pengakuan profesi dan pemberian kewenangan/hak untuk menjalankan praktek sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
1.     Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kinerja Bidan:
Menurut Gibson 1987 ada 3 faktor yang berpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain:
a.      Faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman, tingkat sosial, dan demografi seseorang.
b.      Faktor psikologi: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja.
c.       Faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, sistem penghargaan (reward sistem).
2.     Tujuan Penghargaan
a.      Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun kelompok setinggi-tingginya.
b.      Peningkatan prestasi kerja perorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja staf.
c.       Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan mengembangkan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
d.      Memberikan kesempatan kepada Bidan untuk menyampaikan perasaannya tentang pekerjaan, sehingga terbuka jalur komunikasi dua arah antara pemimpin dengan staf.
Pemeliharaan SDM perlu diimbangi dengan sistem ganjaran (reward sistem), baik yang berupa finansial, seperti gaji, tunjangan, maupun finansial seperti fasilitas kendaraan, perubahan, pengobatan, dll dan juga berupa immaterial seperti kesempatan untuk pendidikan dan pelatihan, dll. Pemeliharaan SDM yang disertai dengan ganjaran (reward sistem) akan berpengaruh terhadap jalanya organisasi.
Dalam rangka meningkatkan motivasi dan memberi penghargaan bidan atas dharma baktinya dalam melayani masyrakat, bidan diberi pengharagaan oleh IBI bekerjasama dengan koalisi Indonesia sehat memberikan penghargaan dengan kriteria “BIDAN BINTANG” mulai dilaksanakan tahun 2003.
Penghargaan “BIDAN BINTANG” diberikan setiap wilayah propinsi, diberikan kepada 1 bidan senior dan 1 bodan yunior. Diberikan kepada bidan yang telah melaksanakan peran dan fungsi bidan sesuai dengan kewenangan bidan, Kepmenkes No.900/SK/VII/2002.

BIDAN BINTANG
BIDAN
B          : Bersih kerjanya dan bersih hatinya
I           : Ilmu mengikuti perkembangan
D          : Dedikasi yang tinggi
A           : Akurat dalam memberikan pelayanan (sesuai standar)
N          : Nyaman bagi klien bila dilayani bidan
BINTANG
B          : berKB (melayani KB)
I           : Infeksi (memperhatikan pencegahan infeksi)
N          : Natal (prenatal, antenatal, natal, postnatal)
T          : TT (imunisasi)
A          : ASI
N          : Nutrisi
G          : Gawat darurat dirujuk tepat waktu

Penghargaan juga diberikan kepada bidan yang berprestasi (bidan teladan). Selain itu, bidan juga dapat diberi beasiswa.
Bidan sebagai petugas kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Masalah dapat diselesaikan hukum, tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan prinsip dan nilai etik. Berdasarkan pertimbangan yang ada seorang bidan berhak:
1.        Mendapatkan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai denganprofesinya.
2.        Bekerja sesuai dengan standar profesi disetiap tingkat/jenjang pelayanan kesehatan.
3.        Menolak keinginan pasien dan keluatga yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kode etik profesi.
4.        Mempunyai privasi, menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga, maupun preofesi lain.
5.        Mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan jenjang karier dan jabatan yang sesuai.
6.        Mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan diri, baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
7.       Mendapatkan kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
PENGHARGAAN BAGI BIDAN DESA
Bagi bidan desa yang berhasil menciptakan untuk membentuk wilayah/desa binaannya menjadi “DESA SIAGA”. Bagi bidan yang berhasil menciptakan atau membentuk “SUAMI SIAGA”, “DONOR DARAH BERJALAN”, di wilayah/desa binaannya.
A.  PUNISHMENT (SANKSI) BAGI BIDAN
Bagi bidan yang melaksanakan pelayanan kebidanan tidak sesuai denganketentuan yang berlaku (Kepmenkes RI No. 900/SK/VII/2002, yaitu
BAB IX SANKSI
1.     PASAL 42 BIDAN YANG DENGAN SENGAJA:
a.      Melakukan praktek kebidanan tanpa mendapat pengekuan/adaptasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan atau
b.      Melakukan praktek kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
c.       Melakukan praktek kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat 1 dan 2, dipidanai sesuai dengan ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996mtentang Tenaga Kesehatan.
2.     PASAL 43
Pimpinan pelayanan sarana kesehatan yang tidak melaorkan bidan sebagaimana dimaksud dalam pasl 32 dan atau mepekerjakan bidan yang tidak mempynyai izi praktek, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35 peraturan pemerintah No. 32 Tahun 1996 tentang tentang tenaga kesehatan.
3.     PASAL 44
a.      Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 42, bidan melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan izin.
b.      Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
4.     UNDANG-UNDANG RI NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN MENYEBUTKAN BEBERAPA HAL BERIKUT:
a.      Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.
b.      Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c.       Pasal 80: barang siapa melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat 1 dan 2 dipidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).







BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
1.     PASAL 36
a.      Kepada dinas kesehatan kabuupaten/kota dapat memberikan peringatan lisan/tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap keputusan ini.
2.     Peringatan lisan /tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan paling banyak 3 kali dan apabila peringatan tersebut tidak dindahkan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mencabut SIPB bidan yang bersangkutan.
3.     PASAL 37
Sebelum keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK)/ Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4.     PASAL 38
a.      Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari terhitung sejak keputusan ditetapkan.
b.      Dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disebutka lama pencabutan SIPB.
c.       Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diajukan keberatan kepada kepala dinas kesehatan propinsi dalam waktu 14 hari setelah keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap.
d.      Kepala dinas kesehatan propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
e.       Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 ditempuh, pengadilan tata usha negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut dengan maksud pasal 48 undang-undang no.5 tahun1986 tentang pengadilan tata usaha negara.
5.     PASAL 39
Kepada dinas kesehatan kabupaten/kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada kepala dinas kesehatan propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
6.     PASAL 40
a.      Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional mentri kesehatan dan atau rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b.      Pancabutan izin sementara sebagaiman dimaksud pada ayat 1 selanjutnya doproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.

 

 
SUMBER PUSTAKA
1.   Purwandi, Atik. 2008. Konsep Kebidanan Sejarah dan profesionalisme. Jakarta: EGC.
2.  Sujianti dan Susanti. 2009. Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
3.  Soepardan, Suryani. 2007. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar