Rabu, 21 Desember 2011

SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIDKAN KEBIDANAN DI INDONESIA DAN INTERNASIO



SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIDKAN KEBIDANAN DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL
  
POKOK MATERI

1.      Menguraikan perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di luar negeri
2.     Menguraikan perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di dalam negeri
3.    Mencari informasi tentang issue terkini perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di luar negeri dan di dalam negeri
4.     Mendiskusikan (presentasi kelompok) issue terkini perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di luar negeri dan di dalam negeri
5.      Menjelaskan Tinjauan keilmuan
6.      Menjelaskan tubuh pengetahuan kebidanan

LAHIRNYA SEJARAH KEBIDANAN
Ketika seorang ibu melahirkan ia akan mencari dan mendapatkan bantuan atau pertolongan dari orang lain, untuk melahirkan bayinya. Pada suatu waktu yang entah kapan pada evolusi budaya atau adat, beberapa wanita terpanggil menjadi wanita yang luhur bijaksana menjadi dukun bayi. Sepanjang catatan para ahli sejarah, kebianan yang dahulu dilakukan oleh para dukun bayi, sungguh merupakan suatu peran sosial.
Sejarah perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan, termasuk sejarah perkembangan kesehatan dan kedokteran tua. Yakni sejak adanya wanita itu melahirkan.
PELOPOR-PELOPOR DALAM PERKEMBANGAN KEBIDANAN
1.  HYPPOCRATES (460-370 SM)
Berkebangsaan Yunani dikenal sebagai bapak pengobatan, tidak lain karena jasa-jasanya dalam bidang keperawatan, kedokteran dan pengobatan. Dalam bidang kebidanan Hypocrates menganjurkan agar wanita yang sedang melahirkan harus ditolong berdasarkan perikemanusiaan dengan cara meringankan beban ibu yang sedang bersalin.
2.  WILLIAM SHIPPMAN (1735-1808)
Dokter kebangsaan Amerika ini mendirikan kursus kebidanan dan rumah sakit bersalin, pada tahun 1762.
Kemudian pada tahun 1810 bersama dokter Thomas Chaalkley mempromosikan partus buatan pada bayi prematur pada ibu yang pinggulnya sempit.
3.  Dr. SAMMUEL BARD (1742-1821)
Dr. Sammuel Bard, yang berkebangsaan Amerika Serikat banyak menulis buku-buku kebidanan diantaranya:
1.      Cara pengukuran Conyugata Diagonalis.
2.      Kelainan-kelainan panggul.
3.      Melarang Pemeriksaan Dalam apabila tidak ada indikasi.
4.      Membagi persalinan dalam empat kala.
5.      Menasehatkan jangan menarik tali pusat untuk mencegah terjadinya infersio uetri.
6.      Mengajarkan bahwa letak muka dapat lahir spontan.
7.      Malarang pemakaian cunam yang berulang-ulang karena banyak menimbulkan kerugian.
4.  Dr. WALTER CHANNING (1786-1876)
Ia adalah professor kebidanan dan kedokteran pertama yang diperoleh dari universitas Harvard. Ia adalah salah satu dari dokter yang pertama kali menggunakan anastesi (bius) kepada ibu yang melahirkan, dan Ia membuata risalah untuk kepentingan itu diberu judul “Treatice on Etherization in Child Birth, Illustrated by 581 Cases”  tahun 1984. Ia jugalah yang pertama kali memperlihatkan kondisi nifas dari ibu yang melahirkan.
5.  Dr. BOUDELOQUE (1745-1810)
Ia adalah ahli kebidanan yang mempelajari dan meneliti tentang panggul dan ukurannya. Ia menerbitkan buku pada tahun 1824, yakni panggul sebagai basis dalam kebidanan. Persalinan dapat dilakukan dengan sikap dorsal recumbent. Ketentuan pemasangan forsep kepala jangan lebih dari 6 jam dasar panggul.
6.  HUGH L. HODGE, M. D. (1796-1873)
ia adalah dokter berkebangsaan Amerika yang dilahirkan di Philadelpia tanggal 27 Juni 1796. Ia mempelajari letak Belakang Kepala, mekanisme letak sungsang, pemasangan forsep harus disamping kepala anak kecuali bila kepala masih tinggi, membagi turunnya kepala dengan bidang-bidang dasar panggul. Disamping itu ia menulis buku yang terkenal “Principle and Practice of Obstectrics”.
7.  FRANCOIS MAURICEAU (1637 OKTOBER, 17, 1709)
a.  Ia adalah ahli kebidanan berkebangsaan prancis abad 17 ia terkenal di Eropa. Pertama kali bukunya terbit adalah “Traite des Maladis des Femmes Grosses et Accouchess”  adalah satu buku yang memperkenalkan ilmu kebidanan sebagai suatu ilmu, yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
b.  Ia terkenal dalam mengembangkan metode kuno dalam membantu klahiran sungsang.
c.  Ia memberikan gambaran mengenai kehamilan tuba bersama bidan dari Jerman, Justine Siegmundin mendapat penghargaan karena memperkenalkan praktek fungsi selaput ketuban.
8.  IGNAZ PHILIPP SEMMELWEIS (1 JULI 18181-13 AGUSTUS 1865)
a.  Ia adalah dokter dari Hungaria yang mendapat julukan “savior of mother”  artinya penyelamat kaum ibu, hal itu karenadlam penelitiannya ia menemukan cara menyelamatkan ibu-ibu yang mengalami demam saat masa nifas, karena infeksi, (sepsis puerperium)  dapat diatasi secara tepat dengan cara teknik cuci tangan yang akurat berdasarkan standar kedokteran di dalam klinik kebidanan.
b.  Ia pada tahun 1847 mengenalkan teknik cuci tangan menggunakan cairan kapur-klor atau kapur terklorinasi. Teknik cuci tangan ini dalam prateknya saat itu dapat segera mengurangi demam nifas yang fatal dari 10% sampai dengan 1-2%. Dasar teori ini kelak menjadi dasar dari penelitian leous pasteur.
9.   DAUNCE DARI BORDEAUX
Pada tahun 1957 ia memperkenalkan penggunaan inkubator dalam perawatan bayi prematur. Setelah abad ke 20 diperkenalkanlah post natal care dengan ambulasi dini, roming in mulai dipraktekkan, monitoring antepartum dan intrapartum yang tepat dengan penggunaan ultrasonografi dan cardiotocografi.
Perkembangan Pelayanan dan Pendidikan Kebidanan Internasional
ÿ Masa Sebelum Masehi
a.        Mesir
                               Sekolah kebidanan pertama didirikan oleh bangsa mesir. Pengetahuan yang dipelajari yaitu mengenai anatomi, psikologi, cara memimpin persalinan,dan perawatan  bayi baru lahir, juga mempelajari sirkumsisi pada bayi
b.       Ibrani
                               Dalam perjanjian lama beberapa  reverensi tentang kebidanan banyak ditemui. Banyak obat-obatan dan ilmu kebidanan yang kemungkinan diperoleh dari Mesir. Ilmu kebidanan ini memuat tentang perawatan neonatus, termasuk pemotongan tali pusat. Pada era ini tali pusat dicuci dengan air, alkohol, dan diberi garam,kemudian dibungkus dengan kain kasa.
c.        Yunani
                               Garis pemisah antara mitologi Yunani dan sejarah Yunani tidak jelas.Hipocrates (460-377 SM) sebagai bapak ilmu kedokteran pertama kali menemukan kasus kematian akibat peurperal. Walaupun dokter pria pada umumnya tidak melakukan praktek dalam bidang kebidanan, namun diantara mereka terdapt orang-orang yang menaruh perhatian terhadap fisiologi dan patologi kehamilan dan persalinan, mereka adalah Soranus, Rufus, Galenus, Leisus dan lain-lain.
d.       Roma
                               Kebidanan datang ke Roma dari Yunani melalui Mesir. Di sana ada dua tipe kebidanana yaitu:
1.   Yang berkemampuan tinggi sebagai pemimpin atau obstetrik yang melakukan praktek pribadi
2. Yang memiliki status lebih rendah, dimana mereka melakukan perawatan bayi secara tradisional.
ÿ Masa Pertengahan (1000-1500 Masehi)
a.        Roma
Soranus (98-138 sesudah Masehi) adalah seorang spesialis pertama dalam bidang obstetri dan ginekologi. Galen (129-201 Sesudah Masehi) menulis beberapa teks tentang pengobatan termasuk di dalamnya obstetri dan ginekologi. Dia juga menggambarkan bagaimana seorang bidan melakukan dilatasi serviks dengan mengunakan jari.
b.       Salerno
                        Sekolah kedokteran ditemukan di salerno sejak periode abad 11, seorang dokter wanita di salerno bernama Trotula, dia menjelaskan tindakan emergensi untuk bidan dalam penanganan retensio plasenta dan perawatan purpuralis.
c.        Arabia
Dua dokter Arab Rhazes ( 860-932 M) dan Avicenna (980-1037 M) menulis tentang prosedur kebidanan termasuk didalamnya alat-alat yang digunakan untuk persalinan
ÿ Masa Renaisance (1500-1700 M)
a.        Perancis
                  Ambroise Pare (1510-1590) terkenal sebagai seorang ahli bedah, tetapi dia juga memiliki kontribusi dalam obstetri dan ginekologi. Beliau juga mendirikan sekolah kebidanan pertama di Paris. P
                  Prancois Mauriceau (1637-1709) seorang ahli yang pertama kali menemukan adanya kehamilan tuba dan presentasi muka dengan letak dahi. Dia secara detail menggambarkan mekanisme persalinannya.
                  Louyse Bourgeois (1563-1636) Bidan yang pertama kali menerbitkan buku tentang kebidanan.
Marie Louise Duge ( abad 17 ) bidan yang pertama kali melakukan penelitian tentang kelahiran bayi, melalui laporan pencatatan dan statistik pada 40.000 wanita yang ditolong persalinannya.
b.       Inggris
William harvey (1578-1657) menjelaskan tentang sirkulasi darah (1616). Beliau adalah bapak kebidanan di Inggris. Dia mencatat tentang pertumbuhan embrio dan fetus menyeluruh dalam berbagai tahap.
c.        Jerman
              Justine Siegemundin (1645-? ) tokoh kebidan pertama kali di Jerman. Tahun 1690 dia menerbitkan buku tentang keidanan.
d.       Belanda
Hendrick Van roohuize (1622-? ) beliau yang pertama kali melakukan sectio secaria. Hendrick Van Deventer (1651-1724) menggambarkan beberapa bentuk dari panggul.
e.        Switzeland
Jacob Nufer, melakukan operasi SC pada isterinya, dia menunggu kelahiran anaknya yang lebih lanjut dan hidup sampai umur 77 th.           
ÿ Awal Abad 20 (1700-1900)
William Smellie of Scotland (1697-1763) tokoh obstetric pada abad 18, dia mengembangkan forcep.dia juga menjelaskan pertolongan persalinan pada afer coming head pada presentasi breech. Beliau yang pertama kali menemukan resusitasi pada asfixia bayi.
Joseph Lister of great Britai (1827-1912), Beliau sebagai bapak antiseptik.
Louis Pasteur (1822-1895), perintis dalam microbiologi, penemuannya sangat signifikan dalam menekan angka terjadinya sepsis puerpuralis.
James Blundell (inggris), sukses dalam penatalaksanaan perdarahan post partum dengan transfusi darah.
John Charles Weaver (Inggris 1825-1897), pada tahun 1845 yang pertama kali menemukan test urine pada ibu hamil dengan eklamsia.
Carl Crede (Jerman 1819-1892), menemukan suatu metode dimana dengan stimulating yang teratur pada uterus dalam pengeluaran placenta yang terkenal dengan istilah “Credes Manoeuvre”
Alexander Fleming (1881-1955), tahun 1930 menemukan antibiotik penicillin, dimana penemuannya ini tidak hanya menurunkan angka kematian akibat sepsis puerpuralis, tapi juga membantu dalam menekan venereal desease (penyakit kelamin).
Karl Landsteiner (austria 1868-1943), menemukan adanya penggolongan darah dan mengembangkan tekhnik terbaik dalam transfus darah,juga menurunkan angka kematian ibu dengan pencegahan kematian akibatperdarahan post partum.
ÿ Abad 20 Sampai Dengan Sekarang
1.        Malaysia
Perkembangan kebidanan di malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR dengan menempatkan bidan desa.
       Mereka memiliki basic: SMP + juru rawat + 1 tahun sekolah bidan.
2.        Jepang
Sekolah bidan di Jepang dimuali pada tahun 1912 pendidikan bidan disini  dengan basic sekolah perawat selama 3 th + 6-1th Pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan ini adalah untuk meningkatkan pelayanan kebidanan dan neonatus tetapi pada masa itu timbul masalah karena masih kurangnya tenaga bidan serta bidan hanya mampu melakukan pertolongan persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat kegawat daruratan sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan belum memuaskan.Maka  pada tahun 1987 karena iri melihat kondisi di UK maka ada upaya untuk meningkatkan pelayanan dan pendidikan bidan ,menata dan mulai merubah situasi.
3.   Belanda
Negara Belanda merupakan salah satu negara Eropa yang teguh berpendapat bahwa pendidikan bidan harus dilakukan secara terpisah dari pendidikan perawat. Menurut Belanda disiplin kedua bidang ini memerlukan sikap dan ketrampilan yang berbeda. Perawatan pada umumnya bekerja secara hirarki di RS , di bawah pengawasan sedangkan bidan diharapkan dapat bekerja secara mandiri di tengah masyarakat. Akademi pendidikan bidan yang pertama pada tahun 1861 di rumah sakit Universitas Amsterdam. Akademi ke dua dibuka pada tahun 1882 di Roterrdam dan yang ketiga pada tahun 1913 di Heerlen. Pada awalnya pendidikan bidan adalah 2 tahun, kemudian menjadi 3 tahun  dan kini 4 tahun( sejak 1994). Pendidikannya adalah direct entry dengan dasar lulusan SLTA 13 tahun. Tugas pokok bidan di Belanda adalah keadaan yang normal dan merujuk keadaan yang abnormal ke dokter ahli kebidanan.
Di Belanda pada tahun 2000 terdapat 205.000 kelahiran, dengan 80% mulai dengan primary care, 50% persalinan di bawah primary care, 34% persalinan dirumah. Kehamilan psikologi 70% di rumah, 30% persalinan dirumah sakit atas pilihan sendiri atau keluarga.
Di Belanda terdapat ± 1627 bidan, 71% praktek secara mandiri, 15% di RS, 14% bekerja di bidan praktek swasta.
4.   Inggris
Pada th 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai diteraturkan .Selama tahun 1930 banyak perawat –perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun 1916 mereka melaksanakan kursus-kursus kebidanan  lebih singkat daripada perempuan-perempuan tanpa kualifikasi keperawatan.Tahun1936 kebanyakan siswa-siswa kebidanan teregistrasi sebagai perawat.Pelayanan kebidanan di Inggris banyak dilakukan oleh bidan praktek swasta. Semenjak pertengahan 1980 kurang lebih 10 bidan melaksanakan praktek mandiri. Tahun 1990 bertambah sekitar 32 bidan, 1991 menjadi 44 dan 1994 sekitar 100 orang dengan 80 bidan masuk dalam Independent Midwives Assosiation.
Alasan bidan di Inggris melaksanakan praktek mandiri:
a.      Penolakan terhadap model medis dalam   kelahiran(medicalisasi)
b.      Ketidakmampuan untuk menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS(National Health Servis ).
c.       Untuk mengurus status bidan sebagai praktisi.
d.      Untuk memberikan kelangsungan  perawatan dan     kemampuan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan di rumah sebagai pilihan mereka.
Pendidikan kebidanan di Inggris:
·         Direct entry : High school + 3 tahun
·         Nurse + 18 bulan.
                        Mayoritas bidan-bidan di Inggris adalah lulusan diploma .Sejak tahun  1995 sudah ada lulusan S1 kebidanan dengan  dasar SMU + 3-4 th.
5.   Australia
Australia  sedang pada titik perubahan terbesar pada pendidikan kebidanan. Sistim ini menunjukan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terlegislasi dengan kualifikasi kebidanan.Konsekwensinya banyak bidan-bidan yang telah mengikuti pelatihan di Amerika dan Eropa tidak dapat mendaftar tanpa latihan perawatan .Siswa-siswa yang mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai perawat. Kebidanan swasta di Australia berada pada point kritis pada awal tahun1990, berjuang untuk bertahan pada waktu perubahan besar. Faktor yang bekerja melawan kebidanan
§   Medical yang dominan
§   Berlawanan dengan profesi keperawatan
§   Tidak mengabaikan komunitas peran bidan
Medicalisasi telah dibawa sebagian oleh dokter,melalui pelatihan melebihi dari yang diperlukan ini adalah gambaran dalam perjuangan bidan –bidan di negara lain.Profesi keperawatan di Australia menolak hak bidan sebagai identitas profesi yang terpisah. Dengan kekuatan penuh bidan-bidan yang sedikit militan tersuport untuk mencapai kembali hak-hak dan wewenang mereka dalam  melakukan pertolongan persalinan. Tahun 1970 dibuka home Birth Centres di Australia. Beberapa bidan pemimpin/senior terinspirasi oleh American birth centers. Fasilitasnya di sini termasuk untuk memfasilitasi ibu bersalin yang menginginkan posisi berdiri, berendam dalam bath up dll, dengan ruangan yang bisa menampung keluarga pasien dan anak-anaknya dengan lingkungan yang nyaman.
Pendidikan bidan dengan basic perawat + 2 tahun .Sejak tahun 2000 telah dibuka University of technology of Sydney yaitu S2 (Doctor of Midwifery).
Pendidikan kebidanan di Australia terpengaruh oleh model colonialism Inggris terhadap penerimaan pendidikan perawat. Tidak ada perawat tanpa kebidanan dan kebidanan tanpa  keperawatan. Mulai tahun 1992 ada kebidanan direct entry dimana memisahkan pendidikan kebidanan dengan keperawatan.
6.   Spanyol
Spanyol merupakan salah satu negara dibenua Eropa yang telah lama mengenal profesi bidan. Diceritakan bahwa dalam abad pertengahan salah satu rajanya ( Philip) ditolong oleh bidan pada waktu lahir. Dalam tahun 1752 dibuat persyaratan bahwa bidan harus lulus ujian, dimana materi ujiannya adalah dari sebuah buku kebidanan  “A Short treatise on the Art of Midwifery”. Pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai tahun 1789. Bidan disiapkan untuk bekerja secara mandiri di masyarakat, terutama di kalangan petani dan buruh tingkat menengah ke bawah. Bidan tidak boleh mandiri memberi obat-obatan, melakukan tindakan yang menggunakan alat-alat kedokteran. Akan tetapi bidan diperbolehkan untuk menolak kelahiran sungsang, gemeli, lahir premature dan melakukan versi luar maupun pengeluaran plasenta secara manual.
Pada tahun 1942 sebuah RS, Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak bersalin. Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan bidan di sini secara resmi menjadi School of midwives. Antara tahun 1987-1988 pendidikan bidan untuk sementara ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum bidan menurut ketentuan negara-negara masyarakat Eropa, bagi mereka yang telah lulus sebelum itu, penyesuaian pada akhir 1992.
7.   Ontario Canada
Mulai tahun 1978 wanita dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di Ontario.Bidan-bidan di Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda yang terbanyak adalah berasal dari pendidikan kebidanan di Britain, beberapa mempunyai pendidikan kebidanan formal di UK, Belanda, Jerman dan beberapa memiliki latar belakang perawat. Selain itu di Canada tenaga bidan yang ada pada umumnya datang dari negara luar. Mereka datang sebagai tenaga perawat dan pelayanan kebidanannya disebut maternity nursing. Di Canada tidak ada peraturan atau izin praktek bidan, pada tahun 1991 kebenaran bidan atau miwife diakui di Kanada. Di Ontario dimulai secara resmi pendidikan bidan di University Based, direct entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan mereka yang telah mempunyai ijasah bidan diberi kesempatan untuk registrasi dan mendapat izin praktek.
8.   Denmark
Denmark merupakan negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan tersendiri . Pendidikan bidan di sini dimulai pada 1787 dan pada tahun pad tahun 1987 yang lalu merayakan berdirinya 200 tahun sekolah bidan . Kini ada 2 pendidikan bidan di Denmark .
Setiap tahun menerima 40  siswa dengan lama pendidikan 3 tahun direck entry. Mereka yang menjadi perawat maka pendidikannya ditempuh 2 tahun . Hal ini menimbulkan berbagai kontroversi dikalangan bidan sendiri, apakah tidak sebaiknya pendidikan bidan didasarkan atas perawat? Sebagian besar berpendapat tidak baik.
Pendidikan post graduate bagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan pengelola. Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokan klien dalam berbagai risiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah , karena tidak jelas batasan risiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1980 diadakan perubahan pedoman baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah risiko . Yang tercantum dalam kata pengantar tentang masa kehamilan adalah sebagai berikut “ The perintal periot is anormal period of family Life.The women, her family and close friend should be central. The midwife, docter and any other staff are there only to support the women and her family”. Penekanan pelayanannya adalah pada kesehatan dan non invansi care.
9.   New Zealand
Selama 50 tahun sejarah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi kelahiran bayi yang progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian dari sisterm maternal sejak tahun 1904, tindakan keperawatan tahun 1971 mulai diterapkan pada setiap ibu hamil, hal ini menjadikan bidan sebagai perawat spesialis kandungan.
Pada tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan. Ini didasarkan pada pendekatan mahasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dan universitas Aukland untuk terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah satu konsekwensi dari pendekatan ini adalah regional jasa. Ini adalah efek dari sentralisasi yang mengakibatkan penutupan RS di pedesaan dan wilayah kota.
Dengan adanya dukungan yang kuat terhadap pergerakan feminis, banyak wanita yang berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah. Perkumpulan homebirth di Aukland dibentuk tahun 1978, ini adalah salah satu gerakan politis untuk melindungi homebirth. Dimulai dengan keanggotaan 150 orang dan menjadi organisasi nasional dalam 2 tahun yaitu NZNA (New Zealand Nurses Association). Perkumpulan ini didukung oleh para langganan, donatur dan tenaga kerja sukarela atau fakultatif yang bertanggung jawab atas banyaknya perubahan positif dalam system RS. Tahun 1986 homebirth sangat berpengaruh untuk membuat kemajuan melawan penetapan yang dibuat oleh medis, akhirnya Menteri Pelayanan Kesehatan secara resmi mengakui homebirth tahun 1986.
Pada tahun 1980 NZNA membuat garis besar mengenai statemen kebijakan atas pembatasan rumah, hal ini telah disampaikan oleh penasehat panitia maternal jasa kepada jawatan kesehatan. Panitia maternas jasa adalah suatu panitia dimana dokter kandungan menyatakan peraturan mengenai survei maternal terutama dalam hal memperdulikan rumah.
Sekarang NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam menetapkan konsep general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan menyediakan pelayanan dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun1904 RS St. Helen mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979. Sebagai penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri di Selandia Baru, selain itu ada yang melanjutkan pendidikan di Australia dan UK untuk memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat 177 (86%) bidan telah memperoleh pendidikan kebidanan di luar negri pada tahun 1986 dari 206 bidan yang ada, dan hanya 29 orang lulusan kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun 1981 sebagian besar RS memasukkan bidan ke dalam perkumpulan perawat, para bidan mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari mereka. Kemudian muncul perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan rekomendasi lebih lanjut langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.

Perkembangan Pelayanan dan Pendidikan Kebidanan di Indonesia
Perkembangan pelayanan dan pendidkan di Indonesia tidak terlepas dari masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik atau kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan tekhnologi.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun1807 (Zaman Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Pelayanan kesehatan terrmasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849n dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (RS Militer Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Seiring dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851 dibuka pendidikan Bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di RS juga di masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan Bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih berlangsung sampai sekarang, yang memberikan kursus adalah Bidan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan istilah kursus tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Jogjakarta yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di Nusantara ini. Seiring dengan pelatihan tersebut didirikanlah balai kesehatan ibu dan anak (BKIA) dimana Bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat
Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, post natal dan pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Sedangkan di luar BKIA, bidan memberikan pertolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
              Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu: pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan. kesehatan bayi baru lahir, termasuk pembinaan dukun bayi. Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana yang pelaksanaannya sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga berencana, senam, hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan pada reproductive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi:
1.   Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir clan perawatan     abortus.
2.   Family Planning.
3.   Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi.
4.   Kesehatan reproduksi remaja.
5.   Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari:
a.         Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada   pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b.        Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus. Dalam wewenang khusus ditetapkan bila bidan melaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Hal ini berarti bahwa bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas tindakan yang dilakukan. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c.        Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup:
§   Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.
§   PelayananKeluargaBerencana.
§   Pelayanan kesehatan masyarakat.
   Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Selanjutnya diuraikan kewenangan bidan yang terkait dengan lbu dan anak, lebih terinci misalnya: kuretasi digital untuk sisa jaringan konsepsi, vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul, resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfeksia dan hipotermia dan sebagainya. Pelayanan kebidanan dalam bidang keluarga berencana, bidan diberi wewenang antara lain: memberikan alat kontrasepsi melalui oral, suntikan, AKDR, AKBK (memasang maupun mencabut) kondom dan tablet serta tissu vaginal.
Dalam keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Di samping itu bidan diwajibkan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia, meminta persetujuan tindakan yang akan dilaksanakan, memberikan informasi serta melakukan rekam medis dengan baik. Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan yang lebih rinci mengenai kewenangan bidan ini dikeluarkan Juklak yang dituangkan dalam Lampiran Keputusan Dirjend Binkesmas No. 1506/Tahun 1997.
Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Permenkes 572/1996 tidaklah mudah, karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri. Pencapaian kemampuan tersebut dapat diawali dari institusi pendidikan yang berpedoman pada kompetensi inti bidan dan melalui institusi pelayanan dengan meningkatkan kemampuan bidan sesuai dengan kebutuhan.
Perkembangan pelayanan kebidanan memerlukan kualitas bidan yang memadai atau handal dan diperlukan monitoring/permantauan pelayanan oleh karena itu adanya Konsil Kebidanan sangat diperlukan serta adanya pendidikan bidan yang berorientasi pada profesional dan akademik serta memiliki kemampuan melakukan penelitian adalah suatu terobosan dan syarat utama untuk percepatan peniingkatan kualitas pelayanan kebidanan 
d.       Kepmenkes no. 900/Menkes/SK/VII/2000 tentang registrasi dan praktek   bidan pasal 2 dan 4.
©         Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti/ standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktek profesinya.
©         Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien(individu,keluarga,dan masyarakat )sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya untuk itu diperlukan surat izin praktek bidan ( SIB ) sebagai bukti tertulis.                               
Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama, karena kurangnya peserta didik yang disebabkan karena adanya larangan ataupun pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.
Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di Rumah Sakit Militer di Batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita Indo dibuka di Makassar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/ kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo (Setingkat SLTP Bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Di tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selama tiga tahun disebut Bidan Kelas Satu (Vroedvrouw eerste klas) dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vroedvrouw tweede klas). Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaii pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman penjajahan Jepang, permerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenang Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.
Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenal perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discontinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu tahun, kemudan menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPUK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara merata di seluruh propinsi.
   Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katagori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga, kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana, salah satu tugasnya, adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.
Pada, tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama, 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup, secara wajar.
Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan diploma I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya, berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang memiliki kewenangan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa, dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan terhadap ibu dan anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu pemenintah menempatkan seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan seperti yang diharapkan sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 propinsi yaitu: Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan), Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (distance learning) di tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XlI/ 1994.
Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan diharapkan berdampak pada     penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakkan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III (1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus. Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (LSS=Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatorya adalah Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas, sedang pelaksananya adalah rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif ditinjau dan diproses.
Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang Untuk LSS, yang kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru, dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerjasama langsung dengan Mother Care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten, Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, Untuk meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi (Organization Development= OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEF.
             Hingga saat ini kurang lebih 160 institusi program D III kebidanan yang ada di Indonesia. Untuk mendapatkan lulusan D3 kebidanan yang profesional dalam memberikan pelayanan kebidanan maka dibutuhkan tenaga dosen / pembimbing yang handal dan siap pakai . Tahun 2000 telah dibuka D IV bidan pendidik di FK UGM dan tahun 2001 di Fakultas Kedokteran UNPAD juga membuka program D IV Kebidanan dengan lama pendidikan 1 tahun dengan syarat telah mengikuti D III Kebidanan.   
Organisasi PP-IBI, PD-IBI, dan PC-IBI
IBI (Ikatan Bidan Indonesia) dibentuk berlandaskan pancasila dan rasa keprihatinan, serta kesadaran untuk membela dan mempertahankan kepentingan bangsa dan masyarakat pada umumnya dan kepentingan wanita pada khususnya. IBI berdiri pada tanggal 15 September 1950 di RS. Budi kemuliaan yang beranggotakan seluruh Bidan di Indonesia.
Seperti organisasi lainnya IBI juga mempunyai kelembagaan atau pengorganisasian dari pusat sampai ranting. Pengorganisasian tersebut adalah:
1.        Kepengurusan IBI tingkat nasional “Pengurus Pusat”
Berkedudukan di Ibu Kota negara dimana Departemen kesehatan berada. Pengurus pusat mempunyai tugas menyusun dan menetapkan kebijakan pelayanan kegiatan organisasi nasional berdasarkan AD/ART, membina dan mengembangkan hubungan kerja sama dengan instansi pemerintah dan lembaga/badan swasta di pusat serta organisasi wanita dan organisasi profesi baik daalam ataupun di luar negeri.
2.        Kepengurusan IBI tingkat propinsi “Pengurus Daerah”
Berkedudukan di Ibu Kota profinsi, bertugas mengatur dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan organisasi di cabang dan ranting sesuai dengan kebijakan dari pengurus pusat serta sesuai dengan situasi dan kondisi melalui musyawarah, mengadakan hubungan dengan instansi pemerintah di propinsi maupun organisasi wanita dan organisasi lainnya serta instnsi pemerintah.
3.        Kepengurusan IBI tingkat propinsi “Pengurus Cabang”
Berkedudukan di kabupaten, mempunyai tugas melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan oleh pengurus pusat.
4.        Kepengurusan IBI tingkat propinsi “Pengurus Ranting”
Berkedudukan di masing-masing kewedanan atau wilayah kecamatan, dapat didirikan apabila jumlah anggotanya lebih dari 5 orang termasuk di desa.

SUMBER PUSTAKA
1.      Estiwidani, Dwiana dkk. 2008. Konsep Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
2.     Purwandi, Atik. 2008. Konsep Kebidanan Sejarah dan profesionalisme. Jakarta: EGC.
3.    Sujianti dan Susanti. 2009. Buku Ajar Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
4.    Soepardan, Suryani. 2007. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar