SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN DAN PENDIDIDKAN
KEBIDANAN DI INDONESIA DAN INTERNASIONAL
POKOK MATERI
POKOK MATERI
1. Menguraikan perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan di luar negeri
2. Menguraikan perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan di dalam negeri
3. Mencari informasi tentang issue terkini perkembangan pelayanan dan
pendidikan kebidanan di luar negeri dan di dalam negeri
4. Mendiskusikan (presentasi kelompok) issue terkini
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan di luar negeri dan di dalam
negeri
5. Menjelaskan Tinjauan keilmuan
6. Menjelaskan tubuh pengetahuan kebidanan
LAHIRNYA SEJARAH KEBIDANAN
Ketika
seorang ibu melahirkan ia akan mencari dan mendapatkan bantuan atau pertolongan
dari orang lain, untuk melahirkan bayinya. Pada suatu waktu yang entah kapan
pada evolusi budaya atau adat, beberapa wanita terpanggil menjadi wanita yang
luhur bijaksana menjadi dukun bayi. Sepanjang catatan para ahli sejarah,
kebianan yang dahulu dilakukan oleh para dukun bayi, sungguh merupakan suatu
peran sosial.
Sejarah
perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan, termasuk sejarah perkembangan
kesehatan dan kedokteran tua. Yakni sejak adanya wanita itu melahirkan.
PELOPOR-PELOPOR
DALAM PERKEMBANGAN KEBIDANAN
1. HYPPOCRATES
(460-370 SM)
Berkebangsaan
Yunani dikenal sebagai bapak pengobatan, tidak lain karena jasa-jasanya dalam
bidang keperawatan, kedokteran dan pengobatan. Dalam bidang kebidanan
Hypocrates menganjurkan agar wanita yang sedang melahirkan harus ditolong
berdasarkan perikemanusiaan dengan cara meringankan beban ibu yang sedang
bersalin.
2. WILLIAM SHIPPMAN
(1735-1808)
Dokter kebangsaan
Amerika ini mendirikan kursus kebidanan dan rumah sakit bersalin, pada tahun
1762.
Kemudian pada
tahun 1810 bersama dokter Thomas Chaalkley mempromosikan partus buatan pada
bayi prematur pada ibu yang pinggulnya sempit.
3. Dr. SAMMUEL BARD
(1742-1821)
Dr. Sammuel Bard,
yang berkebangsaan Amerika Serikat banyak menulis buku-buku kebidanan
diantaranya:
1.
Cara pengukuran
Conyugata Diagonalis.
2.
Kelainan-kelainan
panggul.
3.
Melarang
Pemeriksaan Dalam apabila tidak ada indikasi.
4.
Membagi persalinan
dalam empat kala.
5.
Menasehatkan
jangan menarik tali pusat untuk mencegah terjadinya infersio uetri.
6.
Mengajarkan bahwa
letak muka dapat lahir spontan.
7.
Malarang pemakaian
cunam yang berulang-ulang karena banyak menimbulkan kerugian.
4. Dr. WALTER
CHANNING (1786-1876)
Ia adalah
professor kebidanan dan kedokteran pertama yang diperoleh dari universitas
Harvard. Ia adalah salah satu dari dokter yang pertama kali menggunakan
anastesi (bius) kepada ibu yang melahirkan, dan Ia membuata risalah untuk
kepentingan itu diberu judul “Treatice on
Etherization in Child Birth, Illustrated by 581 Cases” tahun 1984. Ia jugalah yang pertama kali
memperlihatkan kondisi nifas dari ibu yang melahirkan.
5. Dr. BOUDELOQUE
(1745-1810)
Ia adalah ahli
kebidanan yang mempelajari dan meneliti tentang panggul dan ukurannya. Ia menerbitkan
buku pada tahun 1824, yakni panggul sebagai basis dalam kebidanan. Persalinan
dapat dilakukan dengan sikap dorsal recumbent. Ketentuan pemasangan forsep
kepala jangan lebih dari 6 jam dasar panggul.
6. HUGH L. HODGE, M.
D. (1796-1873)
ia adalah dokter
berkebangsaan Amerika yang dilahirkan di Philadelpia tanggal 27 Juni 1796. Ia
mempelajari letak Belakang Kepala, mekanisme letak sungsang, pemasangan forsep
harus disamping kepala anak kecuali bila kepala masih tinggi, membagi turunnya
kepala dengan bidang-bidang dasar panggul. Disamping itu ia menulis buku yang
terkenal “Principle and Practice of
Obstectrics”.
7. FRANCOIS MAURICEAU
(1637 OKTOBER, 17, 1709)
a. Ia
adalah ahli kebidanan berkebangsaan prancis abad 17 ia terkenal di Eropa.
Pertama kali bukunya terbit adalah “Traite
des Maladis des Femmes Grosses et Accouchess”
adalah satu buku yang memperkenalkan ilmu kebidanan sebagai suatu
ilmu, yang kemudian diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.
b. Ia
terkenal dalam mengembangkan metode kuno dalam membantu klahiran sungsang.
c. Ia
memberikan gambaran mengenai kehamilan tuba bersama bidan dari Jerman, Justine
Siegmundin mendapat penghargaan karena memperkenalkan praktek fungsi selaput
ketuban.
8. IGNAZ PHILIPP
SEMMELWEIS (1 JULI 18181-13 AGUSTUS 1865)
a. Ia
adalah dokter dari Hungaria yang mendapat julukan “savior of mother” artinya
penyelamat kaum ibu, hal itu karenadlam penelitiannya ia menemukan cara
menyelamatkan ibu-ibu yang mengalami demam saat masa nifas, karena infeksi, (sepsis puerperium) dapat diatasi secara tepat dengan cara teknik
cuci tangan yang akurat berdasarkan standar kedokteran di dalam klinik
kebidanan.
b. Ia
pada tahun 1847 mengenalkan teknik cuci tangan menggunakan cairan kapur-klor
atau kapur terklorinasi. Teknik cuci tangan ini dalam prateknya saat itu dapat
segera mengurangi demam nifas yang fatal dari 10% sampai dengan 1-2%. Dasar
teori ini kelak menjadi dasar dari penelitian leous pasteur.
9.
DAUNCE
DARI BORDEAUX
Pada tahun 1957 ia
memperkenalkan penggunaan inkubator dalam perawatan bayi prematur. Setelah abad
ke 20 diperkenalkanlah post natal
care dengan ambulasi dini, roming in mulai dipraktekkan, monitoring antepartum dan intrapartum yang tepat dengan penggunaan ultrasonografi dan
cardiotocografi.
Perkembangan Pelayanan
dan Pendidikan Kebidanan Internasional
ÿ Masa Sebelum Masehi
a.
Mesir
Sekolah
kebidanan pertama didirikan oleh bangsa mesir. Pengetahuan yang dipelajari
yaitu mengenai anatomi, psikologi, cara memimpin persalinan,dan perawatan bayi baru lahir, juga mempelajari sirkumsisi
pada bayi
b.
Ibrani
Dalam perjanjian lama beberapa reverensi tentang kebidanan banyak ditemui.
Banyak obat-obatan dan ilmu kebidanan yang kemungkinan diperoleh dari Mesir.
Ilmu kebidanan ini memuat tentang perawatan neonatus, termasuk pemotongan tali
pusat. Pada era ini tali pusat dicuci dengan air, alkohol, dan diberi garam,kemudian
dibungkus dengan kain kasa.
c.
Yunani
Garis pemisah antara mitologi Yunani
dan sejarah Yunani tidak jelas.Hipocrates (460-377 SM) sebagai bapak ilmu
kedokteran pertama kali menemukan kasus kematian akibat peurperal. Walaupun
dokter pria pada umumnya tidak melakukan praktek dalam bidang kebidanan, namun
diantara mereka terdapt orang-orang yang menaruh perhatian terhadap fisiologi
dan patologi kehamilan dan persalinan, mereka adalah Soranus, Rufus, Galenus,
Leisus dan lain-lain.
d.
Roma
Kebidanan
datang ke Roma dari Yunani melalui Mesir. Di sana ada dua tipe kebidanana
yaitu:
1.
Yang berkemampuan tinggi sebagai pemimpin atau obstetrik yang melakukan
praktek pribadi
2. Yang memiliki status lebih rendah, dimana mereka
melakukan perawatan bayi secara tradisional.
ÿ Masa Pertengahan (1000-1500 Masehi)
a.
Roma
Soranus
(98-138 sesudah Masehi) adalah seorang spesialis pertama dalam bidang obstetri
dan ginekologi. Galen (129-201 Sesudah Masehi) menulis beberapa teks tentang
pengobatan termasuk di dalamnya obstetri dan ginekologi. Dia juga menggambarkan
bagaimana seorang bidan melakukan dilatasi serviks dengan mengunakan jari.
b.
Salerno
Sekolah kedokteran ditemukan di
salerno sejak periode abad 11, seorang dokter wanita di salerno bernama
Trotula, dia menjelaskan tindakan emergensi untuk bidan dalam penanganan
retensio plasenta dan perawatan purpuralis.
c.
Arabia
Dua
dokter Arab Rhazes ( 860-932 M) dan Avicenna (980-1037 M) menulis tentang
prosedur kebidanan termasuk didalamnya alat-alat yang digunakan untuk
persalinan
ÿ Masa Renaisance (1500-1700 M)
a.
Perancis
Ambroise Pare
(1510-1590) terkenal sebagai seorang ahli bedah, tetapi dia juga memiliki
kontribusi dalam obstetri dan ginekologi. Beliau juga mendirikan sekolah
kebidanan pertama di Paris. P
Prancois
Mauriceau (1637-1709) seorang ahli yang pertama kali menemukan adanya kehamilan
tuba dan presentasi muka dengan letak dahi. Dia secara detail menggambarkan
mekanisme persalinannya.
Louyse Bourgeois
(1563-1636) Bidan yang pertama kali menerbitkan buku tentang kebidanan.
Marie Louise Duge ( abad 17 ) bidan yang pertama kali melakukan
penelitian tentang kelahiran bayi, melalui laporan pencatatan dan statistik
pada 40.000 wanita yang ditolong persalinannya.
b.
Inggris
William
harvey (1578-1657) menjelaskan tentang sirkulasi darah (1616). Beliau adalah
bapak kebidanan di Inggris. Dia mencatat tentang pertumbuhan embrio dan fetus
menyeluruh dalam berbagai tahap.
c.
Jerman
Justine Siegemundin (1645-? )
tokoh kebidan pertama kali di Jerman. Tahun 1690 dia menerbitkan buku tentang
keidanan.
d.
Belanda
Hendrick
Van roohuize (1622-? ) beliau yang pertama kali melakukan sectio secaria. Hendrick
Van Deventer (1651-1724) menggambarkan beberapa bentuk dari panggul.
e.
Switzeland
Jacob
Nufer, melakukan operasi SC pada isterinya, dia menunggu kelahiran anaknya yang
lebih lanjut dan hidup sampai umur 77 th.
ÿ Awal Abad 20 (1700-1900)
William
Smellie of Scotland (1697-1763) tokoh obstetric pada abad 18, dia mengembangkan
forcep.dia juga menjelaskan pertolongan persalinan pada afer coming head pada
presentasi breech. Beliau yang pertama kali menemukan resusitasi pada asfixia
bayi.
Joseph
Lister of great Britai (1827-1912), Beliau sebagai bapak antiseptik.
Louis
Pasteur (1822-1895), perintis dalam microbiologi, penemuannya sangat signifikan
dalam menekan angka terjadinya sepsis puerpuralis.
James
Blundell (inggris), sukses dalam penatalaksanaan perdarahan post partum dengan
transfusi darah.
John
Charles Weaver (Inggris 1825-1897), pada tahun 1845 yang pertama kali menemukan
test urine pada ibu hamil dengan eklamsia.
Carl
Crede (Jerman 1819-1892), menemukan suatu metode dimana dengan stimulating yang
teratur pada uterus dalam pengeluaran placenta yang terkenal dengan istilah
“Credes Manoeuvre”
Alexander
Fleming (1881-1955), tahun 1930 menemukan antibiotik penicillin, dimana
penemuannya ini tidak hanya menurunkan angka kematian akibat sepsis
puerpuralis, tapi juga membantu dalam menekan venereal desease (penyakit
kelamin).
Karl
Landsteiner (austria 1868-1943), menemukan adanya penggolongan darah dan
mengembangkan tekhnik terbaik dalam transfus darah,juga menurunkan angka
kematian ibu dengan pencegahan kematian akibatperdarahan post partum.
ÿ Abad 20 Sampai Dengan Sekarang
1.
Malaysia
Perkembangan
kebidanan di malaysia bertujuan untuk menurunkan MMR dan IMR dengan menempatkan
bidan desa.
Mereka memiliki basic: SMP + juru rawat +
1 tahun sekolah bidan.
2.
Jepang
Sekolah
bidan di Jepang dimuali pada tahun 1912 pendidikan bidan disini dengan basic sekolah perawat selama 3 th +
6-1th Pendidikan bidan. Tujuan pelaksanaan pendidikan ini adalah untuk
meningkatkan pelayanan kebidanan dan neonatus tetapi pada masa itu timbul
masalah karena masih kurangnya tenaga bidan serta bidan hanya mampu melakukan
pertolongan persalinan yang normal saja, tidak siap jika terdapat kegawat
daruratan sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas bidan belum
memuaskan.Maka pada tahun 1987 karena
iri melihat kondisi di UK maka ada upaya untuk meningkatkan pelayanan dan
pendidikan bidan ,menata dan mulai merubah situasi.
3.
Belanda
Negara Belanda merupakan salah satu negara Eropa
yang teguh berpendapat bahwa pendidikan bidan harus dilakukan secara terpisah
dari pendidikan perawat. Menurut Belanda disiplin kedua bidang ini memerlukan
sikap dan ketrampilan yang berbeda. Perawatan pada umumnya bekerja secara
hirarki di RS , di bawah pengawasan sedangkan bidan diharapkan dapat bekerja
secara mandiri di tengah masyarakat. Akademi pendidikan bidan yang pertama pada
tahun 1861 di rumah sakit Universitas Amsterdam. Akademi ke dua dibuka pada tahun
1882 di Roterrdam dan yang ketiga pada tahun 1913 di Heerlen. Pada awalnya
pendidikan bidan adalah 2 tahun, kemudian menjadi 3 tahun dan kini 4 tahun( sejak 1994). Pendidikannya
adalah direct entry dengan dasar lulusan SLTA 13 tahun. Tugas pokok bidan di
Belanda adalah keadaan yang normal dan merujuk keadaan yang abnormal ke dokter
ahli kebidanan.
Di Belanda pada tahun 2000 terdapat 205.000
kelahiran, dengan 80% mulai dengan primary care, 50% persalinan di bawah
primary care, 34% persalinan dirumah. Kehamilan psikologi 70% di rumah, 30%
persalinan dirumah sakit atas pilihan sendiri atau keluarga.
Di Belanda terdapat ± 1627 bidan, 71% praktek secara mandiri, 15% di
RS, 14% bekerja di bidan praktek swasta.
4.
Inggris
Pada
th 1902 pelatihan dan registrasi bidan mulai diteraturkan .Selama tahun 1930
banyak perawat –perawat yang teregistrasi masuk kebidanan karena dari tahun
1916 mereka melaksanakan kursus-kursus kebidanan lebih singkat daripada perempuan-perempuan
tanpa kualifikasi keperawatan.Tahun1936 kebanyakan siswa-siswa kebidanan
teregistrasi sebagai perawat.Pelayanan kebidanan di Inggris banyak dilakukan
oleh bidan praktek swasta. Semenjak pertengahan 1980 kurang lebih 10 bidan
melaksanakan praktek mandiri. Tahun 1990 bertambah sekitar 32 bidan, 1991 menjadi
44 dan 1994 sekitar 100 orang dengan 80 bidan masuk dalam Independent Midwives
Assosiation.
Alasan
bidan di Inggris melaksanakan praktek mandiri:
a. Penolakan
terhadap model medis dalam
kelahiran(medicalisasi)
b. Ketidakmampuan
untuk menyediakan perawatan yang memuaskan dalam NHS(National Health Servis ).
c. Untuk
mengurus status bidan sebagai praktisi.
d. Untuk
memberikan kelangsungan perawatan
dan kemampuan bidan dalam memberikan pertolongan persalinan di rumah
sebagai pilihan mereka.
Pendidikan
kebidanan di Inggris:
·
Direct entry : High school + 3 tahun
·
Nurse + 18 bulan.
Mayoritas bidan-bidan di Inggris adalah lulusan diploma .Sejak
tahun 1995 sudah ada lulusan S1
kebidanan dengan dasar SMU + 3-4 th.
5.
Australia
Australia sedang pada titik perubahan terbesar pada
pendidikan kebidanan. Sistim ini menunjukan bahwa seorang bidan adalah seorang
perawat yang terlegislasi dengan kualifikasi kebidanan.Konsekwensinya banyak
bidan-bidan yang telah mengikuti pelatihan di Amerika dan Eropa tidak dapat
mendaftar tanpa latihan perawatan .Siswa-siswa yang mengikuti pelatihan
kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai perawat. Kebidanan swasta di
Australia berada pada point kritis pada awal tahun1990, berjuang untuk bertahan
pada waktu perubahan besar. Faktor yang bekerja melawan kebidanan
§
Medical yang dominan
§
Berlawanan dengan profesi keperawatan
§
Tidak mengabaikan komunitas peran bidan
Medicalisasi
telah dibawa sebagian oleh dokter,melalui pelatihan melebihi dari yang
diperlukan ini adalah gambaran dalam perjuangan bidan –bidan di negara
lain.Profesi keperawatan di Australia menolak hak bidan sebagai identitas
profesi yang terpisah. Dengan kekuatan penuh bidan-bidan yang sedikit militan
tersuport untuk mencapai kembali hak-hak dan wewenang mereka dalam melakukan pertolongan persalinan. Tahun 1970
dibuka home Birth Centres di Australia. Beberapa bidan pemimpin/senior
terinspirasi oleh American birth centers. Fasilitasnya di sini termasuk untuk
memfasilitasi ibu bersalin yang menginginkan posisi berdiri, berendam dalam
bath up dll, dengan ruangan yang bisa menampung keluarga pasien dan
anak-anaknya dengan lingkungan yang nyaman.
Pendidikan
bidan dengan basic perawat + 2 tahun .Sejak tahun 2000 telah dibuka University
of technology of Sydney yaitu S2 (Doctor of Midwifery).
Pendidikan
kebidanan di Australia terpengaruh oleh model colonialism Inggris terhadap
penerimaan pendidikan perawat. Tidak ada perawat tanpa kebidanan dan kebidanan
tanpa keperawatan. Mulai tahun 1992 ada
kebidanan direct entry dimana memisahkan pendidikan kebidanan dengan
keperawatan.
6.
Spanyol
Spanyol
merupakan salah satu negara dibenua Eropa yang telah lama mengenal profesi
bidan. Diceritakan bahwa dalam abad pertengahan salah satu rajanya ( Philip)
ditolong oleh bidan pada waktu lahir. Dalam tahun 1752 dibuat persyaratan bahwa
bidan harus lulus ujian, dimana materi ujiannya adalah dari sebuah buku
kebidanan “A Short treatise on the Art
of Midwifery”. Pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai tahun 1789. Bidan
disiapkan untuk bekerja secara mandiri di masyarakat, terutama di kalangan
petani dan buruh tingkat menengah ke bawah. Bidan tidak boleh mandiri memberi
obat-obatan, melakukan tindakan yang menggunakan alat-alat kedokteran. Akan
tetapi bidan diperbolehkan untuk menolak kelahiran sungsang, gemeli, lahir
premature dan melakukan versi luar maupun pengeluaran plasenta secara manual.
Pada
tahun 1942 sebuah RS, Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak bersalin.
Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyak. Pada tahun 1932 pendidikan
bidan di sini secara resmi menjadi School of midwives. Antara tahun 1987-1988
pendidikan bidan untuk sementara ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum
bidan menurut ketentuan negara-negara masyarakat Eropa, bagi mereka yang telah
lulus sebelum itu, penyesuaian pada akhir 1992.
7.
Ontario Canada
Mulai
tahun 1978 wanita dan keluarga tidak puas dengan system perawatan maternity di
Ontario.Bidan-bidan di Ontario memiliki latar belakang pendidikan yang
berbeda-beda yang terbanyak adalah berasal dari pendidikan kebidanan di
Britain, beberapa mempunyai pendidikan kebidanan formal di UK, Belanda, Jerman
dan beberapa memiliki latar belakang perawat. Selain itu di Canada tenaga bidan
yang ada pada umumnya datang dari negara luar. Mereka datang sebagai tenaga
perawat dan pelayanan kebidanannya disebut maternity nursing. Di Canada tidak
ada peraturan atau izin praktek bidan, pada tahun 1991 kebenaran bidan atau
miwife diakui di Kanada. Di Ontario dimulai secara resmi pendidikan bidan di
University Based, direct entry dan lama pendidikan 3 tahun. Dan mereka yang
telah mempunyai ijasah bidan diberi kesempatan untuk registrasi dan mendapat
izin praktek.
8.
Denmark
Denmark
merupakan negara Eropa lainnya yang berpendapat bahwa profesi bidan tersendiri
. Pendidikan bidan di sini dimulai pada 1787 dan pada tahun pad tahun 1987 yang
lalu merayakan berdirinya 200 tahun sekolah bidan . Kini ada 2 pendidikan bidan
di Denmark .
Setiap
tahun menerima 40 siswa dengan lama
pendidikan 3 tahun direck entry. Mereka yang menjadi perawat maka pendidikannya
ditempuh 2 tahun . Hal ini menimbulkan berbagai kontroversi dikalangan bidan
sendiri, apakah tidak sebaiknya pendidikan bidan didasarkan atas perawat?
Sebagian besar berpendapat tidak baik.
Pendidikan
post graduate bagi bidan selama 9 bulan dalam bidang pendidikan dan pengelola.
Tahun 1973 disusun rangkaian pedoman bagi bidan yang mengelompokan klien dalam
berbagai risiko yang terjadi. Hal ini menimbulkan masalah , karena tidak jelas
batasan risiko rendah dan tinggi. Pada tahun 1980 diadakan perubahan pedoman
baru yang isinya sama sekali tidak menyinggung masalah risiko . Yang tercantum
dalam kata pengantar tentang masa kehamilan adalah sebagai berikut “ The
perintal periot is anormal period of family Life.The women, her family and
close friend should be central. The midwife, docter and any other staff are
there only to support the women and her family”. Penekanan pelayanannya adalah
pada kesehatan dan non invansi care.
9.
New Zealand
Selama
50 tahun sejarah kebidanan hanya terpaku pada medicalisasi kelahiran bayi yang
progresif. Wanita tukang sihir telah dikenal sebagai bagian dari sisterm
maternal sejak tahun 1904, tindakan keperawatan tahun 1971 mulai diterapkan
pada setiap ibu hamil, hal ini menjadikan bidan sebagai perawat spesialis
kandungan.
Pada
tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medicalisasi kehamilan. Ini
didasarkan pada pendekatan mahasiswa pasca sarjana ilmu kebidanan dan
universitas Aukland untuk terjun ke rumah sakit pemerintah khusus wanita. Salah
satu konsekwensi dari pendekatan ini adalah regional jasa. Ini adalah efek dari
sentralisasi yang mengakibatkan penutupan RS di pedesaan dan wilayah kota.
Dengan
adanya dukungan yang kuat terhadap pergerakan feminis, banyak wanita yang
berjuang untuk meningkatkan medicalisasi dan memilih persalinan di rumah.
Perkumpulan homebirth di Aukland dibentuk tahun 1978, ini adalah salah satu
gerakan politis untuk melindungi homebirth. Dimulai dengan keanggotaan 150
orang dan menjadi organisasi nasional dalam 2 tahun yaitu NZNA (New Zealand
Nurses Association). Perkumpulan ini didukung oleh para langganan, donatur dan
tenaga kerja sukarela atau fakultatif yang bertanggung jawab atas banyaknya
perubahan positif dalam system RS. Tahun 1986 homebirth sangat berpengaruh untuk
membuat kemajuan melawan penetapan yang dibuat oleh medis, akhirnya Menteri
Pelayanan Kesehatan secara resmi mengakui homebirth tahun 1986.
Pada
tahun 1980 NZNA membuat garis besar mengenai statemen kebijakan atas pembatasan
rumah, hal ini telah disampaikan oleh penasehat panitia maternal jasa kepada
jawatan kesehatan. Panitia maternas jasa adalah suatu panitia dimana dokter
kandungan menyatakan peraturan mengenai survei maternal terutama dalam hal
memperdulikan rumah.
Sekarang
NZNA telah membuat kemajuan yang patut dipertimbangkan dalam menetapkan konsep
general perawat kesehatan keluarga secara berkesinambungan menyediakan
pelayanan dari kelahiran sampai meninggal. Sejak tahun1904 RS St. Helen
mengadakan pelatihan kebidanan selama 6 bulan dan ditutup tahun 1979. Sebagai
penggantinya sejak tahun 1978 beberapa politeknik keperawatan berdiri di
Selandia Baru, selain itu ada yang melanjutkan pendidikan di Australia dan UK
untuk memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat 177 (86%) bidan telah memperoleh
pendidikan kebidanan di luar negri pada tahun 1986 dari 206 bidan yang ada, dan
hanya 29 orang lulusan kebidanan Selandia Baru tahun 1987.
Tahun
1981 sebagian besar RS memasukkan bidan ke dalam perkumpulan perawat, para
bidan mengalami krisis untuk membentuk organisasi dan pemimpin dari mereka.
Kemudian muncul perkumpulan bidan yang menentang NZNA untuk mendapatkan
rekomendasi lebih lanjut langsung di bawah RS atau dibawah dokter kandungan.
Perkembangan Pelayanan
dan Pendidikan Kebidanan di Indonesia
Perkembangan pelayanan dan pendidkan di Indonesia tidak terlepas dari
masa penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik atau kebijakan pemerintah
dalam pelayanan dan pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta
kemajuan ilmu dan tekhnologi.
Perkembangan Pelayanan Kebidanan
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak
sangat tinggi. Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun1807 (Zaman
Gubernur Jenderal Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan
persalinan, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya
pelatih kebidanan.
Pelayanan kesehatan terrmasuk pelayanan kebidanan hanya diperuntukan
bagi orang-orang Belanda yang ada di Indonesia. Kemudian pada tahun 1849n
dibuka pendidikan dokter Jawa di Batavia (RS Militer Belanda sekarang RSPAD
Gatot Subroto). Seiring dibukanya pendidikan dokter tersebut pada tahun 1851
dibuka pendidikan Bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter
militer Belanda (Dr. W. Bosch) lulusan ini kemudian bekerja di RS juga di
masyarakat. Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh
dukun dan Bidan.
Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat
meningkatkan kualitas pertolongan persalinan. Kursus untuk dukun masih
berlangsung sampai sekarang, yang memberikan kursus adalah Bidan. Perubahan
pengetahuan dan keterampilan dan pelayanan kesehatan ibu dan anak secara
menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan yang dikenal dengan
istilah kursus tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Jogjakarta yang akhirnya
dilakukan pula dikota-kota besar lain di Nusantara ini. Seiring dengan
pelatihan tersebut didirikanlah balai kesehatan ibu dan anak (BKIA) dimana
Bidan sebagai penanggung jawab pelayanan kepada masyarakat
Pelayanan yang diberikan mencakup pelayanan antenatal, post natal dan
pemeriksaan bayi dan anak termasuk imunisasi dan penyuluhan gizi. Sedangkan di
luar BKIA, bidan memberikan pertolongan persalinan di rumah keluarga dan pergi
melakukan kunjungan rumah sebagai upaya tindak lanjut dari pasca persalinan.
Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu
pelayanan terintegrasi kepada masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas memberikan pelayanan di dalam
gedung dan di luar gedung dan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang
bertugas di Puskesmas berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan
anak termasuk pelayanan keluarga berencana baik di luar gedung maupun di dalam
gedung. Pelayanan kebidanan yang diberikan di luar gedung adalah pelayanan
kesehatan keluarga dan pelayanan di pos pelayanan terpadu (Posyandu). Pelayanan
di Posyandu mencakup empat kegiatan yaitu: pemeriksaan kehamilan, pelayanan
keluarga berencana, imunisasi, gizi dan kesehatan lingkungan.
Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat
dengan masyarakat, sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini melalui
Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun 1992 tentang perlunya
mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa. Adapun tugas pokok bidan di desa
adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya dalam pelayanan kesehatan ibu
hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan. kesehatan bayi baru lahir, termasuk
pembinaan dukun bayi. Dalam kaitan tersebut, bidan di desa juga menjadi
pelaksana pelayanan kesehatan bayi dan keluarga berencana yang pelaksanaannya
sejalan dengan tugas utamanya dalam pelayanan kesehatan ibu. Dalam melaksanakan
tugas pokoknya bidan di desa melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak
yang memerlukannya, mengadakan pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta
mengembangkan Pondok Bersalin sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di
desa. Pelayanan yang diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda
halnya dengan bidan yang bekerja di rumah sakit, dimana pelayanan yang
diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah sakit memberikan pelayanan
poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di poliklinik keluarga
berencana, senam, hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar operasi
kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.
Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994
yang menekankan pada reproductive health (kesehatan reproduksi), memperluas
area garapan pelayanan bidan. Area tersebut meliputi:
1.
Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir clan perawatan abortus.
2.
Family Planning.
3.
Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi.
4.
Kesehatan reproduksi remaja.
5.
Kesehatan reproduksi pada orang tua.
Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada
kemampuan dan kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang
bidan selalu mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
masyarakat dan kebijakan pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Permenkes tersebut dimulai dari:
a.
Permenkes No. 5380/IX/1963,
wewenang bidan terbatas pada
pertolongan persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
b.
Permenkes No. 363/IX/1980, yang
kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989 wewenang bidan dibagi menjadi dua
yaitu wewenang umum dan khusus. Dalam wewenang khusus ditetapkan bila bidan
melaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Hal ini berarti bahwa
bidan dalam melaksanakan tugasnya tidak bertanggung jawab dan bertanggung gugat
atas tindakan yang dilakukan. Pelaksanaan dari Permenkes ini, bidan dalam
melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.
c.
Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan
praktek bidan. Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang
mandiri. Kewenangan tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan
tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup:
§ Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu
dan anak.
§ PelayananKeluargaBerencana.
§ Pelayanan kesehatan masyarakat.
Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan
kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan dan
kemampuannya. Selanjutnya diuraikan kewenangan bidan yang terkait dengan lbu
dan anak, lebih terinci misalnya: kuretasi digital untuk sisa jaringan
konsepsi, vakum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul, resusitasi pada
bayi baru lahir dengan asfeksia dan hipotermia dan sebagainya. Pelayanan
kebidanan dalam bidang keluarga berencana, bidan diberi wewenang antara lain:
memberikan alat kontrasepsi melalui oral, suntikan, AKDR, AKBK (memasang maupun
mencabut) kondom dan tablet serta tissu vaginal.
Dalam
keadaan darurat bidan juga diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan
untuk penyelamatan jiwa. Dalam aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan
dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan kewenangan, kemampuan,
pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi. Di samping itu bidan
diwajibkan merujuk kasus yang tidak dapat ditangani, menyimpan rahasia, meminta
persetujuan tindakan yang akan dilaksanakan, memberikan informasi serta
melakukan rekam medis dengan baik. Untuk memberikan petunjuk pelaksanaan yang
lebih rinci mengenai kewenangan bidan ini dikeluarkan Juklak yang dituangkan
dalam Lampiran Keputusan Dirjend Binkesmas No. 1506/Tahun 1997.
Pencapaian
kemampuan bidan sesuai dengan Permenkes 572/1996 tidaklah mudah, karena
kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan
akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri. Pencapaian
kemampuan tersebut dapat diawali dari institusi pendidikan yang berpedoman pada
kompetensi inti bidan dan melalui institusi pelayanan dengan meningkatkan kemampuan
bidan sesuai dengan kebutuhan.
Perkembangan pelayanan kebidanan memerlukan kualitas bidan yang memadai
atau handal dan diperlukan monitoring/permantauan pelayanan oleh karena itu
adanya Konsil Kebidanan sangat diperlukan serta adanya pendidikan bidan yang
berorientasi pada profesional dan akademik serta memiliki kemampuan melakukan
penelitian adalah suatu terobosan dan syarat utama untuk percepatan
peniingkatan kualitas pelayanan kebidanan
d.
Kepmenkes no. 900/Menkes/SK/VII/2000 tentang registrasi dan
praktek bidan pasal 2 dan 4.
©
Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap
bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti/ standar penampilan
minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan
praktek profesinya.
©
Praktek bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh bidan kepada pasien(individu,keluarga,dan masyarakat )sesuai
dengan kewenangan dan kemampuannya untuk itu diperlukan surat izin praktek
bidan ( SIB ) sebagai bukti tertulis.
Perkembangan Pendidikan Kebidanan
Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan
kebidanan. Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan
masyarakat akan pelayanan kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah,
pendidikan formal dan non formal.
Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada
tahun 1851 seorang dokter militer Belanda (Dr. W Bosch) membuka pendidikan
bidan bagi wanita pribumi di Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama,
karena kurangnya peserta didik yang disebabkan karena adanya larangan ataupun
pembatasan bagi wanita untuk keluar rumah.
Pada tahun 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di
Rumah Sakit Militer di Batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita
Indo dibuka di Makassar. Lulusan dari pendidikan ini harus bersedia untuk
ditempatkan dimana saja tenaganya dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang
tidak/ kurang mampu secara cuma-cuma. Lulusan ini mendapat tunjangan dari
pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan. Kemudian dinaikkan menjadi 40
Gulden per bulan (tahun 1922).
Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana
di CBZ (RSUP) Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun)
dengan pendidikan keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta
didik pria. Pada tahun 1914 telah diterima juga peserta didik wanita pertama
dan bagi perawat wanita yang lulus dapat meneruskan kependidikan kebidanan
selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat meneruskan ke pendidikan keperawatan
lanjutan selama dua tahun juga.
Pada tahun 1935-1938 pemerintah kolonial Belanda mulai mendidik bidan
lulusan Mulo (Setingkat SLTP Bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah
bidan di beberapa kota besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB
Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo di Semarang. Di tahun yang sama dikeluarkan
sebuah peraturan yang membedakan lulusan bidan berdasarkan latar belakang pendidikan.
Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan pendidikan kebidanan selama tiga
tahun disebut Bidan Kelas Satu (Vroedvrouw eerste klas) dan bidan dari lulusan
perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vroedvrouw tweede klas). Perbedaan
ini menyangkut ketentuan gaii pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman
penjajahan Jepang, permerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan
dengan nama dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan
zaman penjajahan Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah
tersebut dan mereka mendaftar karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan
lain.
Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan
batasan usia minimal 17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan
tenaga untuk menolong persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu
bidan yang disebut Penjenang Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini
dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu ditutup. Peserta didik PK/E
adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari PK/E sebagian
besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.
Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya
kursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta.
Tujuan dari KTB ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenal
perkembangan program KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan
memulai tugasnya sebagai bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967
KTB ditutup (discontinued).
Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru
perawat dan perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan
ini berlangsung satu tahun, kemudan menjadi dua tahun dan terakhir berkembang
menjadi tiga tahun. Pada awal tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur
menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima calon dari lulusan
sekolah perawat dan sekolah bidan.
Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan
dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang
disebut Sekolah Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPUK). Pendidikan ini
tidak dilaksanakan secara merata di seluruh propinsi.
Pada tahun 1974 mengingat jenis
tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katagori), Departemen
Kesehatan melakukan penyederhanaan pendidikan tenaga, kesehatan non sarjana.
Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) dengan tujuan
adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana, salah satu tugasnya, adalah
menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan
kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan
pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti
tidak berhasil.
Pada, tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup,
sehingga selama, 10 tahun tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi
bidan (IBI) tetap ada dan hidup, secara wajar.
Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam
pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan diploma
I Kesehatan Ibu dan Anak. Pendidikan ini hanya, berlangsung satu tahun dan
tidak dilakukan oleh semua institusi.
Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB)
yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Pada saat itu dibutuhkan bidan yang
memiliki kewenangan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak serta
keluarga berencana di masyarakat. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya
dikembalikan kepada institusi yang mengirim.
Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang
memperbolehkan lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan.
Program ini dikenal sebagai Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan
satu tahun dan lulusannya ditempatkan di desa-desa, dengan tujuan untuk
memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan kesehatan terhadap ibu dan
anak di daerah pedesaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan
menurunkan angka kematian ibu dan anak. Untuk itu pemenintah menempatkan
seorang bidan di tiap desa sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II).
Mulai tahun 1996 status bidan di desa sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT)
dengan kontrak selama tiga tahun dengan pemerintah, yang kemudian dapat
diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.
Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan
berubah. BDD harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan
klinik sebagai bidan tapi juga kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan
kemampuan untuk menggerakkan masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan
ibu dan anak. Program Pendidikan Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik
cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996 sebagian besar desa sudah memiliki
minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini kenyataannya juga tidak memiliki
pengetahuan dan ketrampilan seperti yang diharapkan sebagai seorang bidan
profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah peserta
didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan
peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat
kemampuan yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.
Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta
didiknya dari lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu
tahun. Tujuan program ini adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada
Program Pendidikan Bidan A. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan
klinik kebidanan dari lulusan ini tidak menunjukkan kompetensi yang diharapkan
karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu hanya setahun. Pendidikan ini
hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996) kemudian ditutup.
Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang
menerima masukan dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 propinsi
yaitu: Aceh, Bengkulu, Lampung dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat,
Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan (Wilayah Kalimantan), Sulawesi Selatan,
Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya. Pendidikan ini memerlukan kurikulum
3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam semester.
Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995
pemerintah juga menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (distance
learning) di tiga propinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Kebijakan ini dilaksanakan untuk memperluas cakupan upaya peningkatan mutu
tenaga kesehatan yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan peningkatan mutu
pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini telah diatur dalam SK
Menkes No. 1247/Menkes/SK/XlI/ 1994.
Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk
meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan bidan agar mampu melaksanakan
tugasnya dan diharapkan berdampak pada penurunan
AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan menggunakkan modul sebanyak 22 buah.
Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat Depkes dan dilaksanakan
oleh Bapelkes di propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan di 15 propinsi,
pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III
(1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III
telah diikuti oleh 6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus.
Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap
propinsinya adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi
Tengah masing-masing hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490
peserta belum diketahui berapa jumlah yang lulus karena laporan belum masuk.
Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun 1994 juga dilaksanakan
pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (LSS=Life Saving
Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatorya adalah
Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas, sedang pelaksananya adalah
rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai tidak efektif
ditinjau dan diproses.
Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan
American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta mengadakan
Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang Untuk LSS, yang
kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan
TOT dan pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta.
Pelatihan praktek dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan
praktek swasta secara swadaya, begitu juga guru, dosen dari D3 Kebidanan.
1995-1998, IBI bekerjasama langsung dengan Mother Care melakukan
pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas dan bidan di
desa di Propinsi Kalimantan Selatan.
Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN)
yang dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH) yang sampai saat ini
telah melatih APN di beberapa propinsi/kabupaten, Pelatihan LSS dan APN tidak
hanya untuk pelatihan pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi
Kebidanan
Selain melalui pendidikan formal dan pelatihan, Untuk meningkatkan
kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan lokakarya organisasi. Lokakarya
organisasi dengan materi pengembangan organisasi (Organization Development= OD)
dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun 1996 sampai 2000 dengan
biaya dari UNICEF.
Hingga saat ini kurang lebih 160
institusi program D III kebidanan yang ada di Indonesia. Untuk mendapatkan
lulusan D3 kebidanan yang profesional dalam memberikan pelayanan kebidanan maka
dibutuhkan tenaga dosen / pembimbing yang handal dan siap pakai . Tahun 2000
telah dibuka D IV bidan pendidik di FK UGM dan tahun 2001 di Fakultas
Kedokteran UNPAD juga membuka program D IV Kebidanan dengan lama pendidikan 1
tahun dengan syarat telah mengikuti D III Kebidanan.
Organisasi
PP-IBI, PD-IBI, dan PC-IBI
IBI (Ikatan
Bidan Indonesia) dibentuk berlandaskan pancasila dan rasa keprihatinan, serta
kesadaran untuk membela dan mempertahankan kepentingan bangsa dan masyarakat
pada umumnya dan kepentingan wanita pada khususnya. IBI berdiri pada tanggal 15
September 1950 di RS. Budi kemuliaan yang beranggotakan seluruh Bidan di
Indonesia.
Seperti
organisasi lainnya IBI juga mempunyai kelembagaan atau pengorganisasian dari
pusat sampai ranting. Pengorganisasian tersebut adalah:
1.
Kepengurusan IBI
tingkat nasional “Pengurus Pusat”
Berkedudukan di
Ibu Kota negara dimana Departemen kesehatan berada. Pengurus pusat mempunyai
tugas menyusun dan menetapkan kebijakan pelayanan kegiatan organisasi nasional
berdasarkan AD/ART, membina dan mengembangkan hubungan kerja sama dengan
instansi pemerintah dan lembaga/badan swasta di pusat serta organisasi wanita
dan organisasi profesi baik daalam ataupun di luar negeri.
2.
Kepengurusan IBI
tingkat propinsi “Pengurus Daerah”
Berkedudukan
di Ibu Kota profinsi, bertugas mengatur dan mengkoordinir pelaksanaan kegiatan
organisasi di cabang dan ranting sesuai dengan kebijakan dari pengurus pusat serta
sesuai dengan situasi dan kondisi melalui musyawarah, mengadakan hubungan
dengan instansi pemerintah di propinsi maupun organisasi wanita dan organisasi
lainnya serta instnsi pemerintah.
3.
Kepengurusan IBI
tingkat propinsi “Pengurus Cabang”
Berkedudukan di
kabupaten, mempunyai tugas melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan oleh
pengurus pusat.
4.
Kepengurusan IBI
tingkat propinsi “Pengurus Ranting”
Berkedudukan di
masing-masing kewedanan atau wilayah kecamatan, dapat didirikan apabila jumlah
anggotanya lebih dari 5 orang termasuk di desa.
SUMBER PUSTAKA
1. Estiwidani, Dwiana dkk. 2008. Konsep
Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya.
2. Purwandi, Atik. 2008. Konsep Kebidanan
Sejarah dan profesionalisme. Jakarta: EGC.
3. Sujianti dan Susanti. 2009. Buku Ajar
Konsep Kebidanan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha Medika.
4. Soepardan, Suryani. 2007. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar