Sabtu, 18 Maret 2017

FAKTOR PENENTU PERUBAHAN KEPRIBADIAN


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Kepribadian meliputi segala corak perilaku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsang, baik yang datang dari lingkungannya (dunia luar) maupun yang berasal dari dirinya sendiri (dunia dalam), sehingga corak perilakunya itu merupakan satu kesatuan fungsional yang khas bagi manusia itu.

Hanya ada sedikit kata yang begitu memikat khalayak ramai, seperti istilah kepribadian. Meskipun kata tersebut dipakai dalam bernagai pengertian, namun sebagian besar dari arti-arti popular ini bias digolongkan kesalah satu diantara dua golongan. Pemakaian pertama menyamakan istilah tersebut dengan keterampilan atau kecakapan social. Kepribadian individu dinilai berdasarkan kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam berbagai keadaan. Dalam pengertian ini sekolah-sekolah yang mengkhusukan menyiapkan orang memasuki dunia glamor mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-kursus “latihan kepribadian”. Demikian juga guru-guru yang menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, mungkin bermaksud mengatakan bahwa keterampilan-keterampilan social siswa itu kurang memadai untuk memelihara hubungan-hubungan yang memuaskan dengan sesame siswa dan guru. Pemakakaian kedua memandang kepribadian individu sebagai kesan yang paling menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain. Jelas ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut. Kepribadian biasanya dilukiskan sebagai baik atau buruk.

Mengasuh, membesarkan, dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha dilakukan orang tua maupun pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahua yang berkaitan dengan perkembangan anak. Lebih-lebih bila suatu saat dihadapkan pada masalah yang menimpa anak-anak ini, ada kecenderungan untuk mempertanyakan hal-hal sebagi berikut: apa sebenarnya yang terjadi pada anak ini, mengapa Ia bias berbuat demikian, mengapa masalah ini hanya menimpa Si Bungsu atau Si Sulung, siapa yang bersalah dan sebagainya. Dengan mengetahui factor-faktor penentu perubahan kepribadian, diharapakan dapat memberi jawaban atau setidak-tidaknya petunjuk atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Dalam psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak. Proses-proses yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusi dewasa.

Seandainya dalam semua segi semua orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, maka kita bias tahu apa yang akan diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman dengan diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi setiap orang adalah unik, mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor, tetangga atau bahkan dengan suami/istri dan anak-anak di rumah. Kita terkejut akan tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang biasa kita kenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Kiranya kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku kita sendiri dan orang lain.

B.     Tujuan

Adapun Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:

1.      Mampu mengetahui apa itu kepribadian

2.      Mampu memahami faktor-faktor penentu perubahan kepribadian

3.      Mampu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang

C.    Manfaat

1.      Manfaat Praktis

Manfaat dari penulisan ini adalah diharapkan dapar memberi pengetahuan dan wawasan kepada penyusun makalah ini khusunya pengetahuan untuk faktor-faktor penentu perubahan kepribadian

2.      Manfaat Ilmiah

Serta sebagai persyaratan dalam meyelesaikan program studi ilmu kebidanan khususnya untuk mata kuliah psikologi pendidikan.







BAB II

PEMBAHASAN

A.    Apa itu kepribadian?

Kepribadian adalah sesuatu yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam tingkah laku berbeda yang dilakukan oleh si individu. Sejumlah teoretikus memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani atau mengatur penyesuaian diri individu. Dalam definisi lain kepribadian disamakan dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini kepribadian merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan membedakannya dari semua orang lain. Definisi-definisi ini mengemukakan bahwa kepribadian merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili si pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa Ia membedakan individu tersebut dari orang lain, tetapi lebih penting bahwa itulah yang sebenarnya. Implikasinya adalah bahwa dalam analisi terakhir kepribadian meliputi apa yang paling khas dan paling karakteristik dalam diri orang tersebut (Hall dan Lindzey, 1993: 27).

Menurut Jung (dalam Alwisol, 2011) kepribadian adalah mencakup keseluruhan fikiran, perasaan dan tingkah laku, kesadaran dan ketidak sadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian. Kepribadian disusun oleh sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran, ego beroperasi pada tingkat sadar, kompleks beroperasi pada tingkat tak sadar pribadi, dan asertip beroperasi pada tingkat tak sadar kolektif. Di samping sistem-sistem yang terikat dengan daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap (introvert-ekstrovert) dan fungsi (fikiran-perasaan-persepsi-intuisi) yang beroperasi pada semua tingkat kesadaran. Juga ada self yang menjadi pusat kepribadian (Wahyu, 2014).

Eysenck (dalam Suryabrata, 2003) mengatakan bahwa kepribadian adalah jumlah keseluruhan pola perilaku, baik yang aktual maupun potensial dari organisme yang ditentukan oleh faktor bawaan dan lingkungan. Atkinson dkk. (1999) mendefinisikan kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Feist & Feist (2002) mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang relative permanen dari sifat, watak atau karakteristik yang memberikan konsistensi pada perilaku seseorang (Wahyu, 2014).

B.     Faktor-Faktor Penentu Perubahan Kepribadian

Secara garis besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu faktor hereditas (genetika) dan faktor lingkungan (environment).

1.       Faktor Genetika (Pembawaan)/Hereditas

Pada masa konsepsi, seluruh bawaan hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.

Pengaruh gen terhadap kepribadian, sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak secara langsung adalah

a.       Kualitas sistem syaraf

b.      Keseimbangan biokoimia tubuh

c.       Struktur tubuh

Lebih lanjut dapat dikemukakan, bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah

a.       Sebagai sumber bahan mentah kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen

b.      Membatasi perkembangan kepribadian dan mempengaruhi keunikan kepribadian.

Dalam kaitan ini Cattel dkk., mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Contohnya: seorang anak laki-laki yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept”  yang tidak nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai wanita dari segi kecantikan fisiknya.

Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun kembar identik.

Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen) demikian halnya dengan intelegensi.

Untuk mengetahui bagaimana pengaruh hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin (1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.

a.       Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga

Galton (1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan individu.

b.      Metode Selektivitas Keturunan

Tryon (1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar, cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat kecerdasan yang berdistribusi normal.

c.       Penelitian terhadap Anak Kembar

Newman, Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan 19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama juga. Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta kecerdasannya. Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama, ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”.

d.      Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh

Hippocrates menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya. Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama, dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh menurut Kretschmer.

1)      Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya bulat.

2)      Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu sempit.

3)      Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat, otot kuat).

4)      Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.

Tipe-tipe ini berkaitan dengan:

1)        Gangguan mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis.

2)        Karaktritis individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan senang menyendiri (Yusuf, 2008).

Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa sifat atau dimensi kepribadian merupakan sesuatu yang diwariskan. Berikut ini adalah beberapa teori kepribadian yang menjelaskan faktor hereditas:

a.       Dimensi kepribadian dari Eysenck mengenai psikotisme, neurotikisme, dan ekstraversi (yang awalnya dikembangkan oleh Jung).

b.      Lima faktor model kepribadian dari Costa dan McCrae, yaitu neurotikisme, extraversi, keterbukaan terhadap pengalaman, kepersetujuan, dan kehati-hatian.

c.        Tiga tepramen dari Buss dan Plomin, yaitu: empsionalitas, aktivitas, dan sosialitas.

Zuckerman menambahkan bahwa sifat mencari kesenangan (sensasi) pada mulanya dipengaruhi oleh faktor genetik. Pendekatan genetik berpendapat bahwa kepribadian sepenuhnya ditentukan oleh bawaan. Meskipun dalam kenyataannya, predisposisi genetik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sosial, terutama ketika masa anak-anak (Hidayat, 2011).

2.       Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.

a.        Keluarga

Keluarga dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya adalah

1)      Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak.

2)      Anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga.

3)      Para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak.

Baldwin dkk. (1945), telah melakukan penelitian tentang pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu ternyata ada yang demokratis dan juga authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku menciptakan iklim kebebasan, bersikap respek terhadap anak, objektif, dan mengambil keputusan secara rasional.

Anak yang dikembangkan dalam iklim demokratis cenderung memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim authoritarian.

b.      Kebudayaan

Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur) kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.

Sehubungan dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor penentu kepribadian, muncul pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip tersebut adalah pengalaman kehidupan dalam awal keluarga, pola asuh orang tua terhadap anak, dan pengalaman awal kehidupan anak dalam masyarakat.

c.        Sekolah

Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:

1)      Iklim emosional kelas.

2)      Sikap dan prilaku guru.

3)      Disiplin.

4)       Prestasi belajar.

5)      Penerimaan teman sebaya (Yusuf, 2008).

Menurut Alferd Adler kepribadian dipengaruhi oleh posisi kelahiran dalam keluarga, situasi sosial dan pengasuhan sebagai fungsi dari perluasan perbedaan usia antara saudara kandung. Dalam pandangan Adler, perbedaan lingkungan rumah akan memberikan pengaruh kepada perbedaan kepribadian setiap individu.

Sementara Karen Horney percaya bahwa kebudayaan dan periode waktu tertentu memberikan pengaruh terhadap kepribadian. Horney pun menyorot perbedaan lingkungan sosial antara anak laki-laki dan perempuan. Ia berpendapat bahwa perkembangan inferioritas perempuan disebabkan oleh perlakuan tertentu pada anak perempuan dalam budaya yang didominasi laki-laki (patriaki). Sementara perempuan yang dibesarkan dalam budaya matriaki akan memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda dan harga diri (self esteem) yang lebih tinggi.

Erich Fromm percaya bahwa pengaruh kekuatan dan kejadian dalam sejarah memberi pengaruh yang lebih luas dalam membentuk kepribadian seseorang. Menurut Allport, meskipun faktor genetik merupakan dasar kepribadian, tetapi lingkungan sosial yang membentuk bahan dasar tersebut menjadi produk akhir. Cattel berpendapat bahwa hereditas adalah faktor penting pembentuk kepribadian, tetapi faktor lingkungan yang pada akhirnya memberikan pengaruh dalam perluasan kepribadian.

Menurut penjelasan para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan lingkungan dan sosial akan berpengaruh terhadap perbedaan kepribadian antara individu satu dengan lainnya (Hidayat, 2011).

3.      Faktor Belajar

Faktor belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap aspek perilaku. Semua kekuatan lingkungan dan sosial yang membentuk kepribadian ditentukan oleh belajar. setiap fase dalam kepribadian yang diwariskan dapat dimodifikasi, dikacaukan, dicegah, ditumbuh-suburkan melalui proses belajar.

Menurut B.F.Skinner, berdasarkan hasil kajian Pavlov dan Watson, penguatan positif successive approximation, perilaku turunan (superstitious), dan berbagai variabel belajar berkontribusi pada pembentukan kepribadian, yang oleh Skinner disebut sebagai akumulasi sederhana dari respons yang dipelajari.

Pada dasarnya sesuatu yang dipelajari sejak kelahiran dan masa kanak-kanak, melalui kontrol dapat merubah kehidupan di kemudian hari. Cara pengasuhan tertentu dapat mendorong perasaan anak-anak untuk berada dalam kontrol. Dengan demikian gagasan mengenai kontrol adalah dimensi yang dipelajari dari kepribadian melalui perilaku pengasuhan.

4.       Faktor Pengasuhan Orang Tua

Freud menekankan faktor pengasuhan sebagai faktor yang sangat berpengaruh kepada pembentukan kepribadian anak, sedangkan Adler memfokuskan kepada konsekuensi dari anak yang merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya. Penolakan orang tua akan memyebabkan perasaan tidak aman, hidup penuh kemarahan terhadap orang lain, dan kurang memiliki penghargaan terhadap diri.

Allport dan Cattel juga mengakui faktor orang tua dalam pembentukan kepribadian. Menurutnya, perasaan aman merupakan kondisi yang sangat penting bagi perkembangan kepribadian. Cattel melihat bahwa masa bayi merupakan periode penting dalam pembentukan kepribadian, dan perilaku orang tua dan saudara kandung akan membentuk karakter anak. Erikson berpendapat bahwa hubungan antara ibu dan anak pada tahun pertama kehidupan sangat penting, terutama dalam membangun kepercayaan terhadap orang lain. Menurut Maslow peran orang tua sangat penting dalam memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman pada dua tahun pertama kehidupan.

Herderlong dan Lopper menyatakan bahwa beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengasuhan menunjukkan bahwa orang tua dapat meningkatkan perasaan otonomi anak, harapan dan standar yang realistis, kompetensi dan efikasi diri, serta dapat meningkatkan motivasi instrinsik. Pola pengasuhan yang positif memiliki efek positif terhadap anak, sementara pola pengasuhan yang negatif akan memberikan pengaruh yang merusak.





5.         Faktor Perkembangan

Freud percaya bahwa kepribadian dibentuk dan menetap pada usia 5 tahun dan akan sulit berubah sesudah usia tersebut. Beberapa ahli teori kepribadian seperti Cattel, Allport, Erikson, dan Murray memandang pentingnya kehidupan masa kanak-kanak meskipun mereka juga setuju bahwa kepribadian dapat dimodifikasi pada usia selanjutnya.

Helson, Jones & Kwan (2002) melakukan penelitian selama 40 tahun terhadap ribuan orang yang memiliki skor dominan dan independen. Mereka menemukan bahwa kepribadian terus berubah dan berkembang setelah usia 20 tahun, dan puncaknya dicapai pada usia setengah baya.

Apa yang penting dari perubahan kepribadian pada usia dewasa? Jawabannya terletak pada pengaruh lingkungan dan sosial, dan dalam adaptasi terhadapnya. Kondisi-kondisi yang terjadi, seperti perubahan dalam kondisi ekonomi, lulus kuliah, perkawinan dan menjadi orang tua, perceraian, pindah pekerjaan atau kenaikan pangkat, dan krisis masa setengah baya akan menyebabkan masalah yang setiap orang dewasa harus menyesuaikan dirinya.

Mc Adam (1994) berpendapat bahwa perkembangan kepribadian pada masa dewasa dapat dijelaskan dalam tiga tingkat, yaitu: kecenderungan sifat, perhatian personal, dan narasi hidup. Kecenderungan sifat (dispositional traits) adalah sifat yang diturunkan. Perhatian personal merujuk kepada perasaan sadar, rencana-rencana, dan tujuan-tujuan. Perasaan, rencana, dan tujuan berubah sepanjang kehidupan sebagai hasil dari bermacam-macam pengaruh. Sementara naskah hidup berdampak pada pembentukan diri (self), pencapaian identitas, dan menemukan penyatuan tujuan dalam hidup. Naskah hidup juga berubah sebagai respons terhadap kebutuhan lingkungan dan sosial.

6.         Faktor Kesadaran

Hampir semua teori kepribadian, secara implisit dan eksplisit, menjelaskan proses kesadaran. Allport percaya bahwa orang yang bukan neurotic, kesadarannya akan berfungsi dengan cara yang rasional, peduli, dan mampu mengontrol kekuatan yang memotivasinya. Rogers berpikir bahwa orang pada dasarnya rasional, dikuasai oleh kesadaran persepsi dari dalam dirinya dan pengalaman dunianya. Maslow juga mengakui peran kesadaran, ia mengemukakan kebutuhan kognitif untuk mengetahui dan memahami.

7.         Faktor Ketidaksadaran

Sigmund Freud memperkenalkan kepada kita mengenai dunia tidak sadar; gudang kesuraman dari ketakutan paling gelap, konflik-konflik, kekuatan yang berpengaruh pada pemikiran sadar. Ketidaksadaran rasional (rational unconscious) sering kali merujuk kepada non conscious untuk membedakan dengan unsconcius dari Freud yang sering kali disebut dengan kawah gelap dari keinginan dan hasrat yang ditekan (Hidayat, 2011).



C.    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian Seseorang

Dari penjelasan di atas, ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu faktor internal dan eksternal.

1.         Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan. Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya. Oleh karena itu, sering kita mendengar istilah “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah marah yang dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada anaknya.

2.         Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga, sampai dengan pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.

Lingkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Terutama dari cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai orang tua sering kali tidak dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang kepribadian. Akibatnya, mayoritas orang tua hanya bisa mencari kambing hitam –bahwa si anaklah yang tidak beres- ketika terjadi hal-hal negatif mengenai prilaku keseharian anaknya.seorang anak yang memiliki prilaku demikian sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh orang tua sering memerintahkan anaknya, “ tolong nanti kalau ada telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah, karena ayah dan ibu akan tidur “. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong boleh atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga melakukan prilaku bohong kepada orang lain termasuk pada orang tua yang mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang dilakukan anak memperoleh kepuasan atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh hukuman, maka perbuatan bohong itu akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak tersebut.  Bahkan mungkin saja daya bohong itu akan menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan negatif lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.

Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya merupakan proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada yang bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah, serta menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang tua secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.

Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian orang tua akan berpengaruh terhadap caraorang tua tersebut dalam mendidik dan membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si anak tersebut. Ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai berikut :

a.          Penasihat moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis dan moral.

b.         Penolong, terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si anak.

c.          Pengatur, selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan membantu memperbaiki keaadan.

d.         Pemimipin, selalu berupaya untuk selalu berhubungan secara emosional dengan anak-anak dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.

e.          Pengamat, selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan objektifitas dan perspektif.

f.           Pencemas, selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan memiliki gambaran terburuk bahkan meraka sampai yakin bahwa anak merka benar-benar memahami situasi.

g.         Penghibur, selalu menerapakan gaya yang selalu santai.

h.         Pelindung, cenderung untuk mengambil alih tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak pada si anak akan tetapi kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.

i.           Pendamai, dipengaruhi kepribadian mereka yanag selalu menghindar dari konflik.

Berdasarkan Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik anakanya secara moralitas, maka tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe pengatur, pengamat dan pencemas. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral menghendaki orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak sebagai teman yang dapat bakerja sama dengan anak-anak mereka dalam menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang tua sebagai pengamat yang menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif akan membantu cara berpikir moral anak kearah yang luas, objektif, dan menyeluruh. Demikian juga, kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu membawa anak untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam menghadapi tantangandan konflik adalah sejalan dengan teori perkembangan moral kognitif dalam peningkatan perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang baik bagi anak-anak (Sjarkawi, 2006).



BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor penentu perubahan kepribadian yaitu faktor hereditas atau genetika , faktor lingkungan, faktor belajar, pengasuhan orang tua, faktor perkembangan, faktor kesadaran, dan faktor ketidaksadaran.

Dalam psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak. Proses-proses yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.

B.     Saran

  1. Diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang materi faktor penentu perubahan kepribadian.
  2. Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kekurangan. Olehnya itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan penyusunan makalah ini


Tidak ada komentar:

Posting Komentar