BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kepribadian
meliputi segala corak perilaku manusia yang terhimpun dalam dirinya dan
digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan dirinya terhadap segala rangsang,
baik yang datang dari lingkungannya (dunia luar) maupun yang berasal dari
dirinya sendiri (dunia dalam), sehingga corak perilakunya itu merupakan satu
kesatuan fungsional yang khas bagi manusia itu.
Hanya
ada sedikit kata yang begitu memikat khalayak ramai, seperti istilah
kepribadian. Meskipun kata tersebut dipakai dalam bernagai pengertian, namun
sebagian besar dari arti-arti popular ini bias digolongkan kesalah satu
diantara dua golongan. Pemakaian pertama menyamakan istilah tersebut dengan
keterampilan atau kecakapan social. Kepribadian individu dinilai berdasarkan
kemampuannya memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai orang dalam
berbagai keadaan. Dalam pengertian ini sekolah-sekolah yang mengkhusukan
menyiapkan orang memasuki dunia glamor mengartikan istilah tersebut ketika
menawarkan kursus-kursus “latihan kepribadian”. Demikian juga guru-guru yang
menyebut seorang siswanya memiliki masalah kepribadian, mungkin bermaksud
mengatakan bahwa keterampilan-keterampilan social siswa itu kurang memadai
untuk memelihara hubungan-hubungan yang memuaskan dengan sesame siswa dan guru.
Pemakakaian kedua memandang kepribadian individu sebagai kesan yang paling
menonjol atau paling kentara yang ditunjukkan seseorang terhadap orang lain.
Jelas ada unsur penilaian dalam kedua pemakaian istilah tersebut. Kepribadian
biasanya dilukiskan sebagai baik atau buruk.
Mengasuh,
membesarkan, dan mendidik anak merupakan tugas mulia yang tidak lepas dari
berbagai halangan dan tantangan. Telah banyak usaha dilakukan orang tua maupun
pendidik untuk mencari dan membekali diri dengan pengetahua yang berkaitan
dengan perkembangan anak. Lebih-lebih bila suatu saat dihadapkan pada masalah
yang menimpa anak-anak ini, ada kecenderungan untuk mempertanyakan hal-hal
sebagi berikut: apa sebenarnya yang terjadi pada anak ini, mengapa Ia bias
berbuat demikian, mengapa masalah ini hanya menimpa Si Bungsu atau Si Sulung,
siapa yang bersalah dan sebagainya. Dengan mengetahui factor-faktor penentu
perubahan kepribadian, diharapakan dapat memberi jawaban atau setidak-tidaknya
petunjuk atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Dalam
psikologi perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang
terbentuk pada masa kanak-kanak. Proses-proses yang terjadi dalam diri seorang
anak ditambah dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya
secara sedikit demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi
manusi dewasa.
Seandainya
dalam semua segi semua orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang
lain, maka kita bias tahu apa yang akan diperbuat seseorang dalam situasi
tertentu berdasarkan pengalaman dengan diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam
banyak segi setiap orang adalah unik, mengalami salah paham dengan teman di
kampus, sejawat di kantor, tetangga atau bahkan dengan suami/istri dan
anak-anak di rumah. Kita terkejut akan tindakan di luar batas yang dilakukan
oleh seseorang biasa kita kenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Kiranya
kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah
laku kita sendiri dan orang lain.
B.
Tujuan
Adapun Tujuan dari penulisan makalah
ini adalah:
1.
Mampu mengetahui apa itu kepribadian
2.
Mampu memahami faktor-faktor penentu
perubahan kepribadian
3.
Mampu memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi kepribadian seseorang
C.
Manfaat
1.
Manfaat Praktis
Manfaat
dari penulisan ini adalah diharapkan dapar memberi pengetahuan dan wawasan
kepada penyusun makalah ini khusunya pengetahuan untuk faktor-faktor penentu
perubahan kepribadian
2.
Manfaat Ilmiah
Serta sebagai
persyaratan dalam meyelesaikan program studi ilmu kebidanan khususnya untuk
mata kuliah psikologi pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Apa
itu kepribadian?
Kepribadian
adalah sesuatu yang memberi tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam
tingkah laku berbeda yang dilakukan oleh si individu. Sejumlah teoretikus
memilih memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam menjembatani atau
mengatur penyesuaian diri individu. Dalam definisi lain kepribadian disamakan
dengan aspek-aspek unik atau khas dari tingkah laku. Dalam hal ini kepribadian
merupakan istilah untuk menunjukkan hal-hal khusus tentang individu dan membedakannya
dari semua orang lain. Definisi-definisi ini mengemukakan bahwa kepribadian
merupakan bagian dari individu yang paling mencerminkan atau mewakili si
pribadi, bukan hanya dalam arti bahwa Ia membedakan individu tersebut dari
orang lain, tetapi lebih penting bahwa itulah yang sebenarnya. Implikasinya
adalah bahwa dalam analisi terakhir kepribadian meliputi apa yang paling khas
dan paling karakteristik dalam diri orang tersebut (Hall dan Lindzey, 1993: 27).
Menurut
Jung (dalam Alwisol, 2011) kepribadian adalah mencakup keseluruhan fikiran,
perasaan dan tingkah laku, kesadaran dan ketidak sadaran. Kepribadian
membimbing orang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan
lingkungan fisik. Sejak awal kehidupan, kepribadian adalah kesatuan atau berpotensi
membentuk kesatuan. Ketika mengembangkan kepribadian, orang harus berusaha
mempertahankan kesatuan dan harmoni antar semua elemen kepribadian. Kepribadian
disusun oleh sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran, ego
beroperasi pada tingkat sadar, kompleks beroperasi pada tingkat tak sadar
pribadi, dan asertip beroperasi pada tingkat tak sadar kolektif. Di samping
sistem-sistem yang terikat dengan daerah operasinya masing-masing, terdapat
sikap (introvert-ekstrovert) dan fungsi (fikiran-perasaan-persepsi-intuisi)
yang beroperasi pada semua tingkat kesadaran. Juga ada self yang menjadi
pusat kepribadian (Wahyu, 2014).
Eysenck
(dalam Suryabrata, 2003) mengatakan bahwa kepribadian adalah jumlah keseluruhan
pola perilaku, baik yang aktual maupun potensial dari organisme yang ditentukan
oleh faktor bawaan dan lingkungan. Atkinson dkk. (1999) mendefinisikan
kepribadian sebagai pola perilaku dan cara berfikir yang khas, yang menentukan
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Feist & Feist (2002)
mengemukakan bahwa kepribadian adalah suatu pola yang relative permanen dari
sifat, watak atau karakteristik yang memberikan konsistensi pada perilaku
seseorang (Wahyu, 2014).
B.
Faktor-Faktor
Penentu Perubahan Kepribadian
Secara garis
besar ada dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yaitu
faktor hereditas (genetika) dan
faktor lingkungan (environment).
1. Faktor Genetika (Pembawaan)/Hereditas
Pada masa konsepsi, seluruh bawaan
hereditas individu dibentuk dari 23 kromosom dari ibu, dan 23 kromosom dari
ayah. Dalam 46 kromosom tersebut terdapat beribu-ribu gen yang mengandung sifat
fisik dan psikis individu atau yang menentukan potensi-potensi hereditasnya. Dalam hal ini, tidak ada
seorang pun yang mampu menambah atau mengurangi potensi hereditas tersebut.
Pengaruh gen terhadap kepribadian,
sebenarnya tidak secara langsung, karena yang dipengaruhi gen secara tidak
secara langsung adalah
a. Kualitas sistem syaraf
b. Keseimbangan biokoimia tubuh
c. Struktur tubuh
Lebih lanjut dapat dikemukakan,
bahwa fungsi hereditas dalam kaitannya dengan perkembangan kepribadian adalah
a. Sebagai sumber bahan mentah
kepribadian seperti fisik, intelegensi, dan temperamen
b. Membatasi perkembangan kepribadian
dan mempengaruhi keunikan kepribadian.
Dalam kaitan ini Cattel dkk.,
mengemukakan bahwa “kemampuan belajar dan penyesuaian diri individu dibatasi
oleh sifat-sifat yang inheren dalam organisme individu itu sendiri”. Misalnya
kapasitas fisik (perawakan, energy, kekuatan, dan kemenarikannya), dan
kapasitas intelegtual (cerdas, normal, atau terbelakang). Meskipun begitu
batas-batas perkembangan kepribadian, bagaimanapun lebih besar dipengaruhi oleh
faktor lingkungan.
Contohnya: seorang anak laki-laki
yang tubuhnya kurus, mungkin akan mengembangkan “self concept” yang tidak
nyaman, jika dia berkembang dalam kehidupan sosial yang sangat menghargai
nilai-nilai keberhasilan atletik, dan merendahkan keberhasilan dalam bidang
lain yang diperolehnya. Sama halnya dengan wanita yang wajahnya kurang, dia
akan merasa rendah diri apabila berada dalam lingkungan yang sangat menghargai
wanita dari segi kecantikan fisiknya.
Ilustrasi diatas menunjukkan, bahwa
hereditas sangat mempengaruhi “konsep diri” individu sebagai dasar sebagai
individualitasnya, sehingga tidak ada orang yang mempunyai pola-pola kepribadian yang sama, meskipun
kembar identik.
Menurut C.S. Hall, dimensi-dimensi
temperamen : emosionalitas, aktivitas, agresivitas, dan reaktivitas bersumber dari plasma benih (gen)
demikian halnya dengan intelegensi.
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
hereditas terhadap kepribadian, telah banyak para ahli yang melakukan
penelitian dengan menggunakan metode-metode tertentu. Dalam kaitan ini, Pervin
(1970) mengemukakan penelitian-penelitian tersebut.
a. Metode Sejarah (Riwayat) Keluarga
Galton
(1870) telah mencoba meneliti kegeniusan yang dikaitkan dengan sejarah
keluarga. Temuan penelitiannya manunjukkan bahwa kegeniusan itu berkaitan erat dengan
keluarga. Temuan ini bukti yang mendukung teori hereditas tentang kegeniusan
individu.
b. Metode Selektivitas Keturunan
Tryon
(1940) menggunakan pendekatan ini dengan memilih tikus-tikus yang pintar,
cerdas “bright”, dengan yang bodoh “dull”. Ketika tikus-tikus dari kedua
kelompok tersebut dikawinkan, ternyata keturunannya mempunyai tingkat
kecerdasan yang berdistribusi normal.
c. Penelitian terhadap Anak Kembar
Newman,
Freeman, dan Halzinger (1937) telah meneliti kontribusi hereditas yang sama
terhadap tinggi dan berat badan, kecerdasan dan kepribadian. Mereka menempatkan
19 pasangan kembar identik dalam pemeliharaan yang terpisah, 50 pasangan kembar
identik dalam pemeliharaan yang sama, dan 50 pasangan kembar “fraternal” dalam pemeliharaan yang sama
juga. Hasilnya menunjukkan bahwa kembar identik yang dipelihara terpisah
memiliki kesamaan satu sama lainnya dalam tinggi dan berat badan, serta
kecerdasannya. Demikian juga kembar identik yang dipelihara bersama-sama,
ternyata lebih mempunyai kesamaan dari pada kembar “faternal”.
d. Keragaman Konstitusi (Postur) Tubuh
Hippocrates
menyakini bahwa temperamen manusia dapat dijelaskan bardasarkan cairan-cairan tubuhnya.
Kretsvhmer telah mengklasifikasikan postur tubuh individu pada tiga tipe utama,
dan satu tipe campuran. Pengklasifikasian ini didasarkan pada penelitiannya
terhadap 260 orang yang dirawatnya. Berikut ini adalah tipe pengklasifian tubuh
menurut Kretschmer.
1) Tipe Piknis (Stenis): pendek, gemuk, perut besar, dada dan bahunya
bulat.
2) Tipe Asthenis (Leptoshom): tinggi dan ramping, perut kecil, dan bahu
sempit.
3) Tipe Atletis: postur tubuhnya harmonis (tegap, bahu lebar, perut kuat,
otot kuat).
4) Tipe Displastis: tipe penyimpangan dari tiga bentuk di atas.
Tipe-tipe
ini berkaitan dengan:
1)
Gangguan
mental, seperti tipe piknis berhubungan dengan manik depresif, dan asthenis.
2)
Karaktritis
individu yang normal, seperti tipe piknis mempunyai sifat-sifat bersahabat dan
tenang, sedangkan asthenis bersifat serius, tenang dan
senang menyendiri (Yusuf, 2008).
Ada beberapa
penelitian yang menunjukkan bahwa sifat atau dimensi kepribadian merupakan
sesuatu yang diwariskan. Berikut ini adalah beberapa teori kepribadian yang
menjelaskan faktor hereditas:
a. Dimensi kepribadian dari Eysenck
mengenai psikotisme, neurotikisme, dan ekstraversi (yang awalnya dikembangkan
oleh Jung).
b. Lima faktor model kepribadian dari
Costa dan McCrae, yaitu neurotikisme, extraversi, keterbukaan terhadap
pengalaman, kepersetujuan, dan kehati-hatian.
c. Tiga tepramen dari Buss dan Plomin, yaitu:
empsionalitas, aktivitas, dan sosialitas.
Zuckerman
menambahkan bahwa sifat mencari kesenangan (sensasi) pada mulanya dipengaruhi
oleh faktor genetik. Pendekatan genetik berpendapat bahwa kepribadian
sepenuhnya ditentukan oleh bawaan. Meskipun dalam kenyataannya, predisposisi
genetik dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan sosial, terutama ketika masa
anak-anak (Hidayat, 2011).
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi
kepribadian diantaranya keluarga, kebudayaan, dan sekolah.
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama dalam pembentukan
kepribadian anak. Alasannya adalah
1) Keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
identifikasi anak.
2) Anak banyak menghabiskan waktunya di
lingkungan keluarga.
3) Para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan
kepribadian anak.
Baldwin dkk. (1945), telah melakukan penelitian tentang
pengaruh pola asuh orang tua terhadap kepribadian anak. Pola asuh orang tua itu
ternyata ada yang demokratis dan juga
authoritarian. Orang tua yang demokratis ditandai dengan prilaku menciptakan
iklim kebebasan, bersikap respek terhadap anak, objektif, dan mengambil
keputusan secara
rasional.
Anak yang dikembangkan dalam iklim demokratis cenderung
memiliki cirri-ciri kepribadian: labih aktif, lebih bersikap sosial, lebih memiliki harga diri, dan
lebih konstruktif dibandingkan dengan anak yang dikembangkan dalam iklim
authoritarian.
b. Kebudayaan
Kluckhohn berpendapat bahwa kebudayaan meregulasi (mengatur)
kehidupan kita dari mulai lahir sampai mati, baik disadari maupun tidak
disadari. Kebudayaan mempengaruhi kita untuk mengikuti pola-pola perilaku
tertentu yang telah dibuat orang lain untuk kita.
Sehubungan dengan pentingnya kebudayaan sebagai faktor
penentu kepribadian, muncul pertanyaan: Bagaimana tipe dasar kepribadian
masyarakat itu terjadi? Dalam hal ini Linton (1945) mengemukakan tiga prinsip
untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tiga prinsip tersebut adalah pengalaman kehidupan
dalam awal keluarga, pola asuh orang tua terhadap anak, dan pengalaman awal
kehidupan anak dalam masyarakat.
c. Sekolah
Lingkungan sekolah dapat mempengaruhi kepribadian anak.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi di antaranya sebagai berikut:
1) Iklim emosional kelas.
2) Sikap dan prilaku guru.
3) Disiplin.
4) Prestasi belajar.
5) Penerimaan teman sebaya (Yusuf,
2008).
Menurut Alferd Adler kepribadian
dipengaruhi oleh posisi kelahiran dalam keluarga, situasi sosial dan pengasuhan
sebagai fungsi dari perluasan perbedaan usia antara saudara kandung. Dalam
pandangan Adler, perbedaan lingkungan rumah akan memberikan pengaruh kepada
perbedaan kepribadian setiap individu.
Sementara Karen Horney percaya bahwa
kebudayaan dan periode waktu tertentu memberikan pengaruh terhadap kepribadian.
Horney pun menyorot perbedaan lingkungan sosial antara anak laki-laki dan
perempuan. Ia berpendapat bahwa perkembangan inferioritas perempuan disebabkan
oleh perlakuan tertentu pada anak perempuan dalam budaya yang didominasi
laki-laki (patriaki). Sementara perempuan yang dibesarkan dalam budaya matriaki
akan memiliki karakteristik kepribadian yang berbeda dan harga diri (self
esteem) yang lebih tinggi.
Erich Fromm percaya bahwa pengaruh
kekuatan dan kejadian dalam sejarah memberi pengaruh yang lebih luas dalam
membentuk kepribadian seseorang. Menurut Allport, meskipun faktor genetik
merupakan dasar kepribadian, tetapi lingkungan sosial yang membentuk bahan
dasar tersebut menjadi produk akhir. Cattel berpendapat bahwa hereditas adalah
faktor penting pembentuk kepribadian, tetapi faktor lingkungan yang pada
akhirnya memberikan pengaruh dalam perluasan kepribadian.
Menurut penjelasan para ahli diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan lingkungan dan sosial akan berpengaruh
terhadap perbedaan kepribadian antara individu satu dengan lainnya (Hidayat,
2011).
3. Faktor Belajar
Faktor
belajar memiliki peranan yang sangat penting dalam setiap aspek perilaku. Semua
kekuatan lingkungan dan sosial yang membentuk kepribadian ditentukan oleh
belajar. setiap fase dalam kepribadian yang diwariskan dapat dimodifikasi,
dikacaukan, dicegah, ditumbuh-suburkan melalui proses belajar.
Menurut
B.F.Skinner, berdasarkan hasil kajian Pavlov dan Watson, penguatan positif successive
approximation, perilaku turunan (superstitious), dan berbagai
variabel belajar berkontribusi pada pembentukan kepribadian, yang oleh Skinner
disebut sebagai akumulasi sederhana dari respons yang dipelajari.
Pada
dasarnya sesuatu yang dipelajari sejak kelahiran dan masa kanak-kanak, melalui
kontrol dapat merubah kehidupan di kemudian hari. Cara pengasuhan tertentu
dapat mendorong perasaan anak-anak untuk berada dalam kontrol. Dengan demikian
gagasan mengenai kontrol adalah dimensi yang dipelajari dari kepribadian
melalui perilaku pengasuhan.
4. Faktor Pengasuhan Orang Tua
Freud
menekankan faktor pengasuhan sebagai faktor yang sangat berpengaruh kepada
pembentukan kepribadian anak, sedangkan Adler memfokuskan kepada konsekuensi
dari anak yang merasa tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya. Penolakan
orang tua akan memyebabkan perasaan tidak aman, hidup penuh kemarahan terhadap
orang lain, dan kurang memiliki penghargaan terhadap diri.
Allport dan
Cattel juga mengakui faktor orang tua dalam pembentukan kepribadian.
Menurutnya, perasaan aman merupakan kondisi yang sangat penting bagi
perkembangan kepribadian. Cattel melihat bahwa masa bayi merupakan periode
penting dalam pembentukan kepribadian, dan perilaku orang tua dan saudara
kandung akan membentuk karakter anak. Erikson berpendapat bahwa hubungan antara
ibu dan anak pada tahun pertama kehidupan sangat penting, terutama dalam
membangun kepercayaan terhadap orang lain. Menurut Maslow peran orang tua
sangat penting dalam memenuhi kebutuhan fisiologis dan rasa aman pada dua tahun
pertama kehidupan.
Herderlong
dan Lopper menyatakan bahwa beberapa penelitian yang berkaitan dengan
pengasuhan menunjukkan bahwa orang tua dapat meningkatkan perasaan otonomi
anak, harapan dan standar yang realistis, kompetensi dan efikasi diri, serta
dapat meningkatkan motivasi instrinsik. Pola pengasuhan yang positif memiliki
efek positif terhadap anak, sementara pola pengasuhan yang negatif akan
memberikan pengaruh yang merusak.
5.
Faktor
Perkembangan
Freud
percaya bahwa kepribadian dibentuk dan menetap pada usia 5 tahun dan akan sulit
berubah sesudah usia tersebut. Beberapa ahli teori kepribadian seperti Cattel,
Allport, Erikson, dan Murray memandang pentingnya kehidupan masa kanak-kanak
meskipun mereka juga setuju bahwa kepribadian dapat dimodifikasi pada usia
selanjutnya.
Helson,
Jones & Kwan (2002) melakukan penelitian selama 40 tahun terhadap ribuan
orang yang memiliki skor dominan dan independen. Mereka menemukan bahwa
kepribadian terus berubah dan berkembang setelah usia 20 tahun, dan puncaknya
dicapai pada usia setengah baya.
Apa yang
penting dari perubahan kepribadian pada usia dewasa? Jawabannya terletak pada
pengaruh lingkungan dan sosial, dan dalam adaptasi terhadapnya. Kondisi-kondisi
yang terjadi, seperti perubahan dalam kondisi ekonomi, lulus kuliah, perkawinan
dan menjadi orang tua, perceraian, pindah pekerjaan atau kenaikan pangkat, dan
krisis masa setengah baya akan menyebabkan masalah yang setiap orang dewasa
harus menyesuaikan dirinya.
Mc Adam
(1994) berpendapat bahwa perkembangan kepribadian pada masa dewasa dapat
dijelaskan dalam tiga tingkat, yaitu: kecenderungan sifat, perhatian personal,
dan narasi hidup. Kecenderungan sifat (dispositional traits) adalah
sifat yang diturunkan. Perhatian personal merujuk kepada perasaan sadar,
rencana-rencana, dan tujuan-tujuan. Perasaan, rencana, dan tujuan berubah
sepanjang kehidupan sebagai hasil dari bermacam-macam pengaruh. Sementara
naskah hidup berdampak pada pembentukan diri (self), pencapaian
identitas, dan menemukan penyatuan tujuan dalam hidup. Naskah hidup juga
berubah sebagai respons terhadap kebutuhan lingkungan dan sosial.
6.
Faktor
Kesadaran
Hampir semua
teori kepribadian, secara implisit dan eksplisit, menjelaskan proses kesadaran.
Allport percaya bahwa orang yang bukan neurotic, kesadarannya akan
berfungsi dengan cara yang rasional, peduli, dan mampu mengontrol kekuatan yang
memotivasinya. Rogers berpikir bahwa orang pada dasarnya rasional, dikuasai
oleh kesadaran persepsi dari dalam dirinya dan pengalaman dunianya. Maslow juga
mengakui peran kesadaran, ia mengemukakan kebutuhan kognitif untuk mengetahui
dan memahami.
7.
Faktor
Ketidaksadaran
Sigmund
Freud memperkenalkan kepada kita mengenai dunia tidak sadar; gudang kesuraman
dari ketakutan paling gelap, konflik-konflik, kekuatan yang berpengaruh pada
pemikiran sadar. Ketidaksadaran rasional (rational unconscious) sering
kali merujuk kepada non conscious untuk membedakan dengan unsconcius
dari Freud yang sering kali disebut dengan kawah gelap dari keinginan dan
hasrat yang ditekan (Hidayat, 2011).
C.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepribadian Seseorang
Dari penjelasan di atas,
ada juga faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian seseorang, yaitu faktor
internal dan eksternal.
1.
Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri orang
itu sendiri. Faktor internal ini biasanya merupakan faktor genetis atau bawaan.
Faktor genetis maksudnya adalah faktor yang berupa bawaan sejak lahir dan
merupakan pengaruh keturunan dari salah satu sifat yang dimiliki oleh salah
satu dari kedua orang tuanya atau bisa jadi gabungan atau kombinasi dari sifat kedua orang tuanya.
Oleh karena itu, sering kita mendengar istilah “ buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Misalnya, sifat mudah
marah yang dimiliki oleh sang ayah bukan tidak mungkin akan menurun pula pada
anaknya.
2.
Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar orang
tersebut. Faktor eksternal ini biasanya merupakan pengaruh yang berasal dari
lingkungan seseorang mulai dari lingkungan terkecilnya, yakni keluarga, teman tetangga,
sampai dengan pengaruh dari barbagai madia audiovisual seperti TV, VCD dan
internet, atau media cetak seperti koran, majalah dan lain sebagainya.
Lingkungan keluarga, tempat seorang anak tumbuh dan
berkembang akan sangat berpengaruh terhadap kepribadian seorang anak. Terutama
dari cara orang tua mendidik dan membesarkan anaknya. Sejak lama peran sebagai
orang tua sering kali tidak dibarengi oleh pemahaman mendalam tentang
kepribadian. Akibatnya, mayoritas orang tua hanya bisa mencari kambing hitam
–bahwa si anaklah yang tidak beres- ketika terjadi hal-hal negatif mengenai
prilaku keseharian anaknya.seorang anak yang memiliki prilaku demikian
sesungguhnya meniru cara berpikir dan perbuatan yang sengaja atau tidak sengaja
yang dilakukan oleh orang tua mereka. Contoh orang tua sering memerintahkan
anaknya, “ tolong nanti kalau ada
telepon, bilang ayah dan ibu sedang tidak ada dirumah, karena ayah dan ibu akan
tidur “. Peristiwa ini adalah suatu pendidikan kepada anak bahwa berbohong boleh
atau halal dilakukan. Akibatnya anak juga melakukan prilaku bohong kepada orang
lain termasuk pada orang tua yang mencontohinya. Jika perbuatan bohong yang
dilakukan anak memperoleh kepuasan atau kenikmatan, minimal tidak memperoleh
hukuman, maka perbuatan bohong itu akan dikembangkan lebih lanjut oleh anak
tersebut. Bahkan mungkin saja daya
bohong itu akan menjadi suatu kesenangan dan dapat juga menjadi suatu keahlian
yang lama-kelamaan menjadi kepribadiannya. Demikian juga prilaku positif dan
negatif lain yang terperaktikkan di lingkungan rumah.
Menurut Levine (2005) menjadi orang tua sesungguhnya
merupakan proses yang dinamis. Situasi keluarga acap kali berubah. Tidak ada
yang bersifat mekanis dalam proses tersebut. Akan tetapi, dengan memahami bahwa
kepribadian mengaktifkan energy, mengembangkan langkah demi langkah, serta
menyadari semua implikasi setiap langkah terhadap diri anak, para orang tua
secara perlahan akan mampu menumpuk rasa percaya diri pada diri anak.
Selanjutnya, Levine (2005) menegaskan bahwa kepribadian
orang tua akan berpengaruh terhadap caraorang tua tersebut dalam mendidik dan
membesarkan anaknya yang pada gilirannya juga berpengaruh pada kepribadian si
anak tersebut. Ada Sembilan tipe kepribadian orang tua dalam membesarkan
anaknya yang juga dapat berpengaruh pada kepribadian si anak, yaitu sebagai
berikut :
a.
Penasihat
moral, terlalu menekankan pada perincian, analisis dan moral.
b.
Penolong,
terlalu mengutamakan kebutuhan anak dengan mengabaikan akibat dari tindakan si
anak.
c.
Pengatur,
selalu ingin bekerja sama dengan si anak dan menciptakan tugas-tugas yang akan
membantu memperbaiki keaadan.
d.
Pemimipin,
selalu berupaya untuk selalu berhubungan secara emosional dengan anak-anak
dalam setiap keadaan dan mencari solusi kreatif bersama-sama.
e.
Pengamat,
selalu mencari sudut pandang yang menyeluruh, berupaya mengutamakan
objektifitas dan perspektif.
f.
Pencemas,
selalu melakukan tanya jawab mental dan terus bertanya-tanya , ragu-ragu dan
memiliki gambaran terburuk bahkan meraka sampai yakin bahwa anak merka benar-benar
memahami situasi.
g.
Penghibur,
selalu menerapakan gaya yang selalu santai.
h.
Pelindung,
cenderung untuk mengambil alih tanggung jwab dan bersikap melindungi, berteriak
pada si anak akan tetapi kemudian melindunginnya dari ancaman yang datang.
i.
Pendamai,
dipengaruhi kepribadian mereka yanag selalu menghindar dari konflik.
Berdasarkan Sembilan kepribadian orang tua dalam mendidik
anakanya secara moralitas, maka tampaknya tiga tipe yang sejalan dalam
pembentukan kepribadian melalui peningkatan pertimbangan moral, yaitu tipe
pengatur, pengamat dan pencemas. Pembentukan kepribadian melalui peningkatan
pertimbangan moral menghendaki orang tua di lingkungan rumah tangga bertindak
sebagai teman yang dapat bakerja sama dengan anak-anak mereka dalam
menyelesaikan segala tugas guna memperbaiki keadaan sosial maupun fisik. Kepribadian orang
tua sebagai pengamat yang menggunakan sudut pandang menyeluruh dan objektif
akan membantu cara berpikir moral anak kearah yang luas, objektif, dan
menyeluruh. Demikian juga, kepribadian orang tua tipe pencemas yang selalu
membawa anak untuk berdiskusi, bertanya jawab, dan mengajak berpikir dalam
menghadapi tantangandan konflik adalah sejalan dengan teori perkembangan moral
kognitif dalam peningkatan perkembangan moral guna pembentukan kepribadian yang
baik bagi anak-anak (Sjarkawi, 2006).
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor penentu
perubahan kepribadian yaitu
faktor hereditas atau genetika , faktor lingkungan, faktor belajar, pengasuhan
orang tua, faktor perkembangan, faktor kesadaran, dan faktor ketidaksadaran.
Dalam psikologi
perkembangan banyak dibicarakan bahwa dasar kepribadian seseorang terbentuk
pada masa kanak-kanak. Proses-proses yang terjadi dalam diri seorang anak ditambah
dengan apa yang dialami dan diterima selama masa anak-anaknya secara sedikit
demi sedikit memungkinkan ia tumbuh dan berkembang menjadi manusia dewasa.
B.
Saran
- Diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman tentang materi faktor penentu perubahan kepribadian.
- Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari terdapat banyak kekurangan. Olehnya itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi menyempurnakan penyusunan makalah ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar