Minggu, 13 November 2016

AKHLAKUL KARIMAH



AKHLAKUL KARIMAH

Akal dan nurani seorang setiap manusia dapat dilihat melalui kelakuan yang biasa ia tampakkan dalam keseharian. Dengan kata lain, akhlak merupakan satuan ukuran yang digunakan untuk mengukur ketinggian akal dan nurani seseorang.
Aisyah ra pernah menuturkan:
Rasulullah bukanlah seorang yang keji dan tidak suka berkata keji, beliau bukan seorang yang suka berteriak-teriak di pasar dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Bahkan sebaliknya, beliau suka memaafkan dan merelakan”. (HR. Ahmad)
Al-Husein cucu Rasulullah saw menuturkan keluhuran budi pekerti beliau. Ia berkata: “Aku bertanya kepada ayahku tentang adab dan etika Rasulullah saw terhadap orang-orang yang bergaul dengan beliau, ayahku menuturkan: “Beliau saw senantiasa tersenyum, luhur budi peAkerti lagi rendah hati, beliau bukanlah seorang yang kasar, tidak suka berteriak-teriak, bukan tukang cela, tidak suka mencela makanan yang tidak disukainya”.
Seorang lelaki menemui Rasulullah saw dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Rasulullah saw menjawab, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatangi Nabi dari sebelah kanannya dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Nabi saw menjawab, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia menghampiri Nabi saw dari sebelah kiri dan bertanya, “Ya Rasulullah, apakah agama itu?”. Dia bersabda, “Akhlak yang baik”. Kemudian ia mendatanginya dari sebelah kirinya dan bertanya, “Apakah agama itu?”. Rasulullah saw menoleh kepadanya dan bersabda, “Belum jugakah engkau mengerti? Agama itu akhlak yang baik”. (al-Targhib wa al-Tarhib 3:405)
Nabi saw bersadba, “Aku menjamin sebuah rumah di surga yang paling tinggi bagi orang-orang yang berakhlak baik”. (HR. Abu Dawud)
Dengan demikian, ibadah dan akhlak merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Ibadah dan akhlak laksana pohon dengan buahnya. Kualitas akhlak merupakan cermin dari kualitas ibadah seseorang. Setiap manusia pastilah memiliki akhlak. Dan setiap akhlakqul karimah merupakan buah dari ketaataannya kepada Allah swt.
Kata akhlak secara etimologi berasal dari kata al-akhlaaqu yang merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluqu yang berarti tabiat, kelakuan, perangai, adat kebiasaan atau khalqun yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara etimologi akhlak itu berarti perangai, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat.
Pengertian Akhlak
Secara terminologi, akhlak adalah pola perilaku yang berdasarkan kepada dan memanifestasikan nilai-nilai Iman, Islam dan Ihsan.
Menurut Imam Ghazali, akhlak yaitu suatu keadaan yang tertanam di dalam jiwa yang menampilkan perbuatan dengan senang tanpa memerlukan penelitian dan pemikiran.
Sedangkan karimah berarti mulia, terpuji, baik. Apabila perbuatan yang keluar atau yang dilakukan itu baik dan terpuji menurut syariat dan akal maka perbuatan itu dinamakan akhlak yang mulia atau akhlakul karimah.

PERANAN AKHLAKUL KARIMAH DALAM KEHIDUPAN
Aqidah yang kuat merupakan akar bagi tegak dan kokohnya bangunan Islam. Kemudian syariah dan ibadah merupakan cabang-cabang yang akan membuatnya semakin rimbun, tampak subur, teduh dan kian menjulang. Sementara akhlak adalah buah yang akan dihasilkan oleh pohon yang berakarkan aqidah serta bercabang syariah dan berdaun ibadah. Pohon yang baik, tentunya akan menghasilkan buah yang baik. Maka aqidah, syariah serta ibadah yang mantab tentunya akan menghasilkan akhlak yang mantab pula, yaitu akhlakul karimah.
Akhlak merupakan salah satu faktor kehidupan yang sangat mendasar dan vital. Hal ini dibuktikan dengan diutusnya Rasulullah saw ke muka bumi ini yang tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak umat manusia, sebagimana tertuang dalam salah satu hadits Rasulullah saw yang artinya:
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim)
Selain itu, Rasulullah saw juga bersabda:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Berdasarkan hadits di atas, dapat dilihat bahwa sesungguhnya akhlak yang mulia bukan hanya diperuntukkan bagi umat muslim saja, namun bagi seluruh manusia.
“dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. QS. Al Anbiyaa: 107 Ayat ini dikaitkan dengan hadits yang berbunyi “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia”. (HR. Bukhari, Baihaqi, dan Hakim) menyiratkan satu isyarat bahwa Rasulullah saw diutus untuk akhlak manusia yang merupakan kunci untuk mendapatkan rahmat Allah swt. Akhlak mulia menjadi salah satu perintah vital di dalam Al Quran yang dilaksanakan dengan meneladani Rasulullah saw.
‘Aisyah ra. ditanya mengenai akhlaq Rasulullah saw, maka beliau menjawab “Akhlaq Rasulullah adalah Al Quran”. (HR. Muslim)
Dunia ini adalah alam sosialis yang mengharuskan setiap manusia atau bahkan hewan dan tumbuhan untuk dapat saling berinteraksi dengan baik. Dan itulah urgensi dari akhlakul karimah, sebagai sarana yang dapat melahirkan kehidupan sosial yang tenteram tanpa gontok-gontokan.
Pada hakikatnya, hidup adalah untuk beribadah kepada Allah swt semata sebagaimana firman Allah swt yang artinya:
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” QS. Adz Dzariyaat:56. Dan tentunya, ketenteraman dalam beribadah akan semakin mudah diraih manakala ketenteraman kehidupan pun ada. Dan ketenteraman hidup tentunya akan sangat membutuhkan timbal balik akhlakul karimah antar individu.
Nabi saw bersabda, “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?”. Mereka menjawab, “Orang yang bangkrut adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta”. Beliau lalu menjelaskan, “orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa shalat, puasa dan zakatnya. Namun ia pernah mencela orang, mencaci orang, memakan harta orang, memukul dan menumpakan darah orang. Maka iapun harus memberikan pahala baiknya kepada orang-orang itu. Jika amal baiknya sudah habis sebelum dibayar semua, diambillah dosa mereka untuk diberikan kepadanya. Maka iapun dilemparkan ke neraka.” (HR. Muslim dan Tirmidzi)
Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman, Demi Allah tidak beriman”. Mereka bertanya, “Siapa ya Rasul?”. Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya merasa tidak aman dari keburukannya.” (HR. Muslim dan Imam Ahmad)
Beberapa orang datang kepada Rasulullah saw. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, fulanah terkenal rajin mengerjakan shalat, berpuasa dan berzakat. Hanya saja, ia sering menyakiti tetangganya”. Rasul saw menjawab, “Dia di neraka”. Lalu disebutkan ada seorang wanita yang shalat, puasa dan zakatnya biasa saja tetapi ia tidak menyakiti tetangganya. Maka Rasul saw menjawab, “Dia di surga”.
Bagaimana mungkin seorang yang rajin beribadah dapat masuk neraka, sementara yang biasa-biasa saja masuk surga hanya karena yang rajin beribadah suka menyakiti tetangganya sedangkan yang biasa-biasa saja tidak pernah menyakiti tetangganya? Mudah saja. Loginya, seorang yang biasa menyakiti tetangganya tentunya ia mempunyai hutang yang harus dibayar di akhirat. Bagaimana jika hutang atau dosa kepada tetangganya itu ternyata jauh lebih besar ketimbang amal ibadahnya? Tentu saja jawabannya adalah “Neraka”. Yang harus kita ingat adalah, kita tidak pernah tahu bahwa keburukan yang kita lakukan kepada sesama dan kita anggap sepele ternyata besar di mata Allah swt karena meninggalkan luka yng teramat mendalam di hati hamba-Nya. Sebaliknya, kita juga tidak pernah tahu manakala amala ibadah yang kita sangka sangat besar, ternyata sangat sepele bahkan tidak bernilai di mata Allah swt karena berunsur riya’ dan sebagainya. Wallahua’lam

SYARAT-SYARAT (KRITERIA) AKHLAK
Suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai akhlak jika ia memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:
  1. Dilakukan berulang-ulang (continue). Jika dilakukan sekali saja atau jarang-jarang maka tidak dapat disebut sebagai akhlak. Sebagai contoh: jika seseorang tiba-tiba memberi hadiah kepada orang lain karena alasan tertentu maka orang tersebut tidak dapat dikatakan berakhlak mulia.
  2. Timbul dengan sendirinya, tanpa pikir-pikir atau ditimbang berulang-ulang karena perbuatan itu telah menjadi kebiasan baginya. Jika suatu pernuatan dilakukan setelah dipikir-pikir dan ditimbang-timbang, apalagi karena terpaksa maka perbuatan itu bukanlah pencerminan akhlak. (Ensiklopedi Islam, Jilid I, 1993:102)

SIFAT AKHLAK ISLAMI
Bagaimanakah yang dimaksud dengan akhlak Islami? Akhlak Islami bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, sifatnya tetap (tidak berubah-ubah) dan ia berlaku untuk selamanya-lamanya. Sedangkan etika dan moral hanya bersumber dari adat istiadat dan pikiran manusia, ia hanya berlaku pada waktu tertentu dan di tempat tertentu saja, ia selalu berubah-ubah (berubah-ubah seiring bergantinya masa dan kepemimpinan). Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu Ethos yang berarti kebiasaan. Adapun arti moral dari segi bahasa berasal dari bahasa latin, mores yaitu jamak dari kata mos yang berarti adat kebiasaan. Baik dan buruk dalam pandangan akhlak adalah bergantung pada Al Quran dan Hadits yang selamanya tidak akan pernah berubah. Sedangkan dalam pandangan etika dan moral, baik dan buruk adalah bergantung kepada adat istiadat dan pemikiran manusia yang masih berlaku di suatu waktu dan tempat.

Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu didalam diri seseorang. Dari sifat yang ada itulah tercampur sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang, atau malah sebaliknya, pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan hubungan silaturahmi.
Bagi seorang muslim, akhlak yang terbaik seperti yang terdapat pada diri Nabi Muhammad SAW. Ksrena sifat-sifat yang terdapat pada dirinya adalah sifat-sifat yang terpuji yang merupakan uswatun hasanah (teladan) terbaik bagi seluruh kaum muslimin.
Akhlak ada dua macam yaitu akhlakul karimah dan akhlakul majmumah. Dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang Akhlakul Karimah (akhlak terpuji) yaitu keutamaan perilaku jujur dan bersikap terhadap tamu dan tetangga berdasarkan reportase hadits.

A.    Pengertian Akhlakul Karimah
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akhlak mulia. Bahkan, tujuan utama diutuskan Nabi Muhammad SAW. Sebagai Nabi adalah untuk menyempurnakan akhlak mulia sebagaimana dijelaskan dalam haditsnya,
sesungguhnya aku tidak di utus kecuali untuk menyempurnakan akhlak mulia,” (HR. Al Bukhari)
Kata “ Akhlak” berasal dari bahasa Arab “ Khulqun” yang berarti suatu keadaan jiwa yang dapat melakukan tingkah laku tanpa membutuhkan banyak akal dan pikiran. Sedangkan akhlak karimah (mahmudah) adalah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik) yang bisa juga dinamakan “fadilah” (kelebihan).
Al-Ghazali menerangkan bentuk keutamaan Akhlak Mahmudah yang dimiliki seseorang misalnya jujur, bersikap baik terhadap tetangga dan tamu, itu dinyatakan sebagi gerak jiwa dan gambaran batin seseorang yang secara tidak langsung menjadi akhlaknya. Al Gahzali menerangkan adanya pokok keutamaan yang baik, antara lain mencari hikmah, bersikap berani, bersuci diri, berlaku adil.
وَءَنْ أبِي مَسْعُودٍ رَ ضِيَ اللهُ ءَنْهُ قَا لَ : قَا لَ رَسُو اللهِ صَلّى اللهُ ءَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ دَ لَّ ءَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَا ءِلِهِ .أَ خْرَ جَهُ مُسْلِمٌ.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu Anhu berkata “ Rasulullah SAW bersabda ,” Barang siapa yang menunjukan kepada sebuah kebaikan, maka baginya pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR.Muslim) Hadits ini shahih, Muslim 1018
Hadits ini membuktikan, bahwa seorang yang menunjukan orang lain kepada sebuah kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang mengerjakannya. Isi hadits ini sama seperti sabda rasulullah SAW:
مَنْ سَنَّ سُنَّةً حَسَنَةً فِى الأِ سْلاَ مِ كَا نَ لَهُ أَ جُرُ هَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا.
Barang siapa yang melakukan sunnah yang baik di dalam Islam maka ia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang yang melaksanakannya.”
Kata “ menunjukan” yang tercantum dalam hadits merupakan isyarat bahwa orang tersebut tidak melakukannya. Ia berusaha mendapatkan kebaikan dengan cara menujukan orang lain kepada kebaikan tersebut. Kata kebaikan yang tertera di dalam hadits mencakup semua kebaikan dunia dan akhirat.

B.    Keutamaan Perilaku Jujur
Kejujuran adalah budi pekerti yang sangat kuat kaitannya dengan kemaslahatan perorangan atau jamaah. Kejujuran adalah modal besar membenahi dan membina masyarakat dalam menrapkan serta menegakan aturan-aturannya. Menghias diri dengan kejujuran adalah keutamaan. Melepaskan kejujuran dari diri akan mendatangkan kehinaan. Kejujuran akan membawa kepada keselamatan jiwa dan harta. Kejujuran menunjukan keindahan sifat dan moral pemiliknya.
ءَنِ اْبْنِ مَسْعُو ٍد رَ ضِيَ ا للهُ ءَنْهُ قَالَ : قَا لَ رَ سُو لُ ا للهِ صَلَّى ا للهُ ءَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : ءَلَيْكُمْ بِا لّصِّدْ قِ, فَأِ نَّ الصَدْقَ يَهْدِ ي اِلَى الْبِرِّ, وَاِنَّ الْبِرَ يَهْدِ ي أِلَى الْجَنَّتِ, وَمَا يَزَالُ الرَّ خُلُ يَصْدُ قُ وَيَتَحَرَّ ى الصِّدْ قَ حَتَّى يُكْتَبَ ءِنْدَ الله صِدِّ يْقًا, وَاِيَّا كُمْ وَالْكَذِ بَ فَأِ نَّ الْكَذِ بَ يَهْدِ ي أِ لَى الْفُجُوْرَ يَهْدِ ي أِلَى النَّارِ, وَ مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِ بُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِ بَ حَتَّى يُكْتَبَ ءِنْدَ اللهِ كَذَّ ابًا. مُتَّفَقٌ ءَلَيْهِ.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu Anhu, ia berkata, “Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam bersabda, “ Hendaknya kalian berkata jujur, karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan membawa akan kepada surga. Sesungguhnya seseorang senantiasa berkata jujur dan selalu berusaha jujur sehingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan jauhilah dusta, karena dusta dapat menyeret kepada kejahatan dan kejahatan dapat menyeret kepada neraka. Sesungguhnya seseorang senantiasa berdusta dan selalu berdusta hingga ditulis disisi Allah sebagai pendusta.” (Mattafaq Alaih) Hadits ini shahih, Al-Bukhari 6090 dan Muslim 2607
Ash-shidq (jujur) adalah sesuatu yang sesuai dengan kenyataan. Al-kidzb (dusta) adalah sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan. Ibnu Baththal berkata, “ sabda beliau, “ sesungguhnya kebaikan itu…” dikuatkan dengan firman Allah Ta’ala,
أِ نَّ اُلْأَبُرَا رَ لَفِى نَعِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh kenikmatan.” (Q.S Al-Infithar:13)
Ia juga berkata , “ Sabda beliau,” Apabila seseorang bersikap jujur…”. Maksudnya, berusaha agar senantiasa bersikap jujur hingga ia berhak menyandang gelar ash-shiddiiq (seseorang yang senantiasa jujur).
Hadits diatas mengisyaratkan bagi siapa yang berusaha untuk tetap berkata jujur maka jujur akan mendarah daging pada dirinya. Dengan latihan dan usaha, sifat baik dan sifat buruk itu dapat dicapai. Hadits ini menunjukan betapa agungnya sifat jujur, karena kejujuran akan membimbing pelakunya menuju surga. Hadits ini juga menunjukan betapa buruknya sifat dusta hingga menyeret pelakunya menuju neraka. Demikian juga halnya semasa di dunia, ucapan orang yang jujur akan diterima dan disukai di tengah masyarakat serta diterima persaksiannya oleh para hakim.

C.    Bersikap Terhadap Tetangga dan Bertamu
وَعَنْ أَنَسٍ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَا لَ : وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِ هِ لاَ يُؤْ مِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُحِبُّ لِخَا رِ هِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ (متفق عليه)
Anas RA menceritakan, bahwa Nabi SAW bersabda, “ Demi allah yang nyawaku ditangan-Nya, bahwa tidak beriman seorang hamba-Nya pun, sehingga ia mengasihi tetangganya sebagaimana ia mengasihi tetangganya.”Hr. Ahmad dan menurut Ibnu Hibban hadits ini Shahih
Yang dimaksud “Tetangga” di sini ialah manusia, tanpa membedakan agama dan bangsanya. Dalam bidang yang tidak bertalian dengan ibadah dan akidah, boleh dan malahan di anjurkan agar umat Islam bergaul dengan baik dengan siapa pun. Boleh bertoleransi dalam bidang sosial kehidupan dunia dan Haram mentoleransikan ibadah dan aqidah. Oleh sebab itu Haram hukumnya mengajak non muslim mengikuti upacara ibadah dan akidah umat Islam dan pula sebaliknya atas tiap umat Islam, tanpa apapun.
Manusia ditakdirkan oleh Allah SWT sebagai makhluk sosial. Ia tidak dapat hidup sendiri, tanpa kerjasama dengan orang lain atau bermasyarakat. Karena itu, dalam hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kita selalu hidup bertetangga, membutuhkan satu sama lain.
Tetangga merupakan mitra sosial terdekat kita. Dengan tetangga, kita belajar hidup bersama (Learning to live together) secara simbiosis-mutualistik, saling berbagi dan saling menguntungkan.[7]
Syeikh Muhammad bin Abi Jamrah berkata, “ Menjaga hak tetangga merupakan tanda kesempurnaan iman, dan menyakiti mereka merupakan salah satu dari perbuatan dosa besar. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW :
مَنْ كَا نَ يُؤْ مِنُ بِا للهِ وَالْيَوْ مِ اْلآ خِرِ فَلاَ يُؤْ ذِي جَا رَهُ.
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia menyakiti tetangganya” hadits shahih Al-Bukhari dan Muslim
Bertetangga sama saja dengan menjalin silaturahmi. Al-Bukhari meriwayatkan dalam kitab Adabul Mufrad dari hadits Ibnu Abi Aufa bahwasannya Rasulullah SAW pernah bersabda:
أِ نَّ الرَّ حْمَةَ لاَ تَنْزِ لُ عَلَى قَوْ مٍ فِيْهِمْ قَا طِعُ رَ حِمِ.
“Sesungguhnya rahmat tidak akan turun kepada kaum yang ada di tengah-tengah mereka terdapat seorang yang memutuskan tali silaturahmi.” Abdul Mufraad (1/35, (36)
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dari hadits Ibnu Mas’ud bahwasannya rasulullah SAW bersabda :
أِنَّ أَبْوَا بَ السَّمَا ءِ مُغَلَّقَتٌ دُ وْنَ قَا طِعِ الرَّ حِمِ.
“Sesungguhnya pintu-pintu langit ditutup bagi orang yang memutuskan tali silaturahmi.”Majma’ Az-Zawaaid (VIII/151)
Imam Al-Qurthubi mengatakan, “ Tali silaturahmi yang perlu untuk disambung ada yang sifatnya umum dan ada yang sifatnya khusus.” Yang umum adalah tali silaturahmi antara sesama muslim. Wajib menyambung dengan cara saling menyayangi, nasehat-nasehati, bersikap adil, insaf, memenuhi hak yang wajib dan yang mustahab. Adapun silaturahmi dalam arti khusus memberikan nafkah kepada karib kerabat, peduli dengan mereka dan saling melupakan kekeliruan mereka.
Menyambung tali silaturahmi merupakan salah satu bentuk perbuatan yang baik, sebagaimana yang di tafsirkan oleh para ulama dan memutuskannya bearti salah satu bentuk perbuatan yang buruk. [8]
Dengan hidup bertetangga tak jauh dari bersilaturahmi serta tak bisa lepas dari bertamu. Seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir akan mengimani wajibnya memuliakan tamu sehingga ia akan menempatkan sesuai dengan kedudukannya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW
مَنْ كَا نَ يُؤْ مِنُ بِا للهِ وَالْيَوْ مِ اْلأ خِرِ فَلْيُكْرِ مْ ضَيْفَهُ
“ Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR.Bukhari)
Keramahan merupakan sebuah kebajikan yang telah ada sejak zaman kegelapan bangsa Arab dan mereka memang terkenal dengan keramahannya. Sikap yang muncul sebelum hadirnya Islam ini dikagumi oleh Rasulullah SAW, dan beliau merumuskan sejumlah peraturan yang harus dijalankan oleh tamu dan tuan rumah.
Orang yang baik selalu mengekspresikan kebahagiaan dan kesenangan atas kehadiran seorang tamu. Ia menyalaminya dengan hangat dan manahan diri supaya tidak menunjukan sikap dingin. Ia harus bersikap ramah, luhur, dan murah hati kepada tamunya. Ia sebaliknya bersedia memeluknya dan menanyakan bagaimana keadaan keluarganya.

  KESIMPULAN
Akhlak Karimah (mahmudah) adalah segala tingkah laku yang terpuji (yang baik) yang biasa juga dinamakan “fadilah” (kelebihan). Akhlak mahmudah yang dimiliki seseorang misalnya jujur, bersikap baik terhadap tetangga dan tamu itu di nyatakan sebagai gerak jiwa dan gambaran batin seseorang secara tidak langsung menjadi akhlaknya.
Jujur adalah tanda keimanan dan kesucian jiwa. Kejujuran akan membawa kepada kemaslahatan jiwa dan harta. Dengan jujur menunjukan sifat dan moral pemiliknya.
Kita hidup bermasyarakat dan bertetangga maka kita harus bisa menjaga tali silaturahmi, bertamu contohnya dengan bertamu kita bisa dikatakan telah menjalin silaturahmi. Seperti sabda Rasulullah yang telah dijelaskan di atas ketika kita beriman kepada Allah dan hari kiamat janganlah menyakiti tetangga. Dengan begitu kita sebagai umat muslim harus bisa terutama bersifat jujur dan baik hati, serta dalam bermasyarakat kita harus menjaga perasaan satu sama lain. Dengan begitu insyaallah hidup kita akan lebih bermanfaat baik di dunia dan akhirat.


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Yatimin. 2007. Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Jakarta: Amzah
Al-Albani. Shahih Attarghib Wa Attarbib. Jakarta: Pustaka Sahifa.
Ash-Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al-Amir.2013. Subulus Salam Syarah Bulughul Maram (jilid III)-cet.8. Jakarta: Darus Sunnah.
Msyhur, Kahar. 1992. Bulughul Maram (jilid II). Jakarta: Rineka Cipta.
Ya’qub, Hamzah. 1983. Etika Islam. Bandung: CV Diponegoro.
[1] Kahar Mansyur, Bulughul maram (jilid II), (1992, Jakarta: Rineka Cipta), hlm.358
[2] Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1983), cet.II, hlm.95
[3] Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, (Jakarta: Amzah, 2007), cet.I, hlm.40
[4]Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,(penyunting: Team Darus Sunnah), Subulus salam syarah bulughul maram (jilid III)-cet 8(2013, Jakarta: Darus Sunnah),hlm. 826
[5]Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,(penyunting: Team Darus Sunnah), Subulus salam syarah bulughul maram (jilid III)-cet 8(2013, Jakarta: Darus Sunnah), hlm.952-953
[6] Kahar Mansyur, Bulughul maram (jilid II), (1992, Jakarta: Rineka Cipta), hlm.374
[7] Al-Albani, Shahih Attarghib wa attarhib (Jakarta: Pustaka sahifa),hlm.52
[8]Muhammad bin Ismail Al-Amir Ash-Shan’ani,(penyunting: Team Darus Sunnah), Subulus salam syarah bulughul maram (jilid III)-cet 8(2013, Jakarta: Darus Sunnah),hlm.796-799

2 komentar:

  1. Look at the way my friend Wesley Virgin's adventure begins with this SHOCKING and controversial VIDEO.

    As a matter of fact, Wesley was in the military-and shortly after leaving-he discovered hidden, "MIND CONTROL" secrets that the CIA and others used to get everything they want.

    THESE are the EXACT same tactics lots of celebrities (especially those who "became famous out of nowhere") and top business people used to become rich and famous.

    You probably know how you utilize only 10% of your brain.

    Mostly, that's because the majority of your BRAINPOWER is UNCONSCIOUS.

    Maybe that conversation has even taken place INSIDE OF YOUR very own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain 7 years back, while driving an unlicensed, garbage bucket of a car with a suspended license and $3.20 on his bank card.

    "I'm so frustrated with going through life check to check! When will I finally succeed?"

    You took part in those types of conversations, ain't it so?

    Your very own success story is going to start. You need to start believing in YOURSELF.

    CLICK HERE TO LEARN WESLEY'S SECRETS

    BalasHapus