FILSAFAT ILMU DAN FILOSOFI KEBIDANAN
KONSEP DASAR FILSAFAT ILMU
DAFTAR PUSTAKA
Atmadja,
Dewa Gede dkk. 2014. Filsafat Ilmu dari
Pohon Pengetahuan Sampai Karakter Keilmuan Ilmu Hukum. Malang: Madani.
Banasuru,
Aripin. 2014. Filsafat dan Filsafat Ilmu
dari Hakekat ke Tanggung Jawab. Bandung: Alfabeta.
Putra,
Suhartono dan Harjanto. 2010. Filsafat
Ilmu Kedokteran. Surabaya: Airlangga University Pres.
Susanto.
2016. Filsafat Ilmu Suatu Kajian Dimensi
Ontologis, Epistemologis, dan Aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Bukankah Allah
SWT. Sangat menganjurkan ummatnya untuk senantiasa berfikir. Banyak ayat
tentang berfikir ini dengan kata-kata ‘apal
ta’qilun, ‘apala tatafakkarun’ , la ya’lamun’, ‘Ulil Albab’ dan lain-lain
yang kesemuanya mengajak manusia untuk berfikir. Secara kodrati mansusia
dianugrahi akal, daya fikir, yang tidak diperoleh makhluk lain. Akal ini
seyogyanya dapat dipergunakan semaksimal mungkdin untuk kemampuan berfikir
tersebut. Menurut M. Ngalim Purwanto (1990: 43) berfikir adalah daya yang
paling utama dan merupakan cirri khas yang membedakan antara manusia dengan
hewan.
Secara umum
mempelajari filsafat bertujuan untuk mengendalikan manusia yang susila,
bermoral, bermartabat, dan mempunyai etika- bahkan estetika yang baik. Seacara
khusus filsafat mengajarkan bagaimana cara berfikir. Berfikir seacar
sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran. Filsafat menekankan aspek akal (rasio)
dalam menemukan kebenaran ini.
Filsafat sebagai
ilmu pengetahuan yang berusaha mencari kebenaran telah memberiakan banyak
pelajaran, misalnya tentang kesadaran, kemauan dan kemampuan manusia sesuai
dengan posisinya sebagai makhluk Tuhan untuk diaplikasikan dalam kehidupan.
Filsafat akan
terus menjawab atas segala pertanyaan yang diajukan oleh akal budi kita. Batas
ketidakmampuan akal budi kita untuk menjawab pertanyaan segala yang ada, segala
yang berhubungan dengan ilmu, itulah batas kerja filsafat.
Pada setiap
aktivitas kehidupan manusia penerapan berfikir sangat diperlukan sekali dan pada
akhirnya akan menentukan hasil yang dicapai, sama halnya dengan pentingnya
perencanaan sebelum melakukan sesuatu.
Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu
merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu
Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat
ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan
pokok filsafat yang tercakup dalam bidang ontologi, epistemologi, dan axiologi dengan
berbagai pengembangan dan pendalaman yang dilakukan oleh para ahli.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah
yang dimaksud dengan konsep dasar filsafat ilmu?
2.
Apa
sajakan ruang lingkup filsafat ilmu?
3.
Apa
sajakah landasan filosofis pengetahuan (ontologism, epistemology dan
aksiologis)?
C. TUJUAN
1.
Tujuan
Umum
Mampu
mengetahui konsep dasar filsafat ilmu
2.
Tujuan
Khusus
a. Mampu memahami konsep dasar filsafat ilmu.
D. SISTEMATIKA
PENULISAN
Daftar Kata
Pengantar
Daftar
Isi
Bab I Pendahuluan
1.1.
Latar Belakang
1.2.
Perumusan Masalah
1.3.
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum
1.3.2
Tujuan Khusus
1.4.
Sistematika Penulisan
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1. Konsep
Dasar filsafat Ilmu
2.2. Dimensi kajian Filsafat Ilmu
2.2.1.
Dimensi Ontologi
2.2.2.
Dimensi Epistemologi
2.2.3
dimensi Aksiologi
Bab III Pembahasan
Bab IV Penutup
Daftar Pustaka
E. TUJUAN
Adapun tujuan dari penulisan
makalah ini adalah
1. Mampu
mengetahui konsep dasar filsafat, ilmu, dan filsafat ilmu
2. Mampu
mememahami ruang lingkup filsafat antara lain: Ontology, Epistemologi, Aksiologi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KOSEP DASAR FILSAFAT ILMU
1. Konsep
Tentang Filsafat
Kata filsafat berasal dari kata ‘philosophia’ (bahasa Yunani), diartikan
dengan ‘mencintai kebijaksanaan’. Sedangkan dalam bahasa Inggris filsafat
disebut dengan istilah ‘philoshopy’
dan dalam bahasa Arab disebut dengan istilah ‘falsafah’ yang biasa diterjemahkan dengan ‘cinta kearifan’
(Susanto, 2016).
Sumber dari filsafat adalah manusia, dalam hal ini
akal dan kalbu manusia yang sehat yang berusaha keras dengan sungguh-sungguh
untuk mencari kebenaran dan akhirnya memperoleh kebenaran.
Dengan demikian filsafat adalah sebuah ilmu yang
mempelajari hakikat ketuhanan, alam semesta, dan manusia sebagai objeknya,
filsafat mengkaji hakikat objeknya dengan kebenaran dan sesungguhnya, dan
hakikat objek didekati sejauh dapat dicapai manusia. Dengan demikian maka
filsafat adalah pengetahuan tentang metafisika, logika estetika, etika,
retorika, politik, ekonomi, social, budaya, antropologi, dan agama.
2.
Konsep Tentang Ilmu
Ilmu merupakan
kegiatan yang dengannya kita memperoleh sejumlah pengetahuan yang mampu
mengandalikan fakta-fakta ilmiah (Huxley, 1960)
3.
Konsep Tentang Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu
menurut Benyamin (Wibisono, 1984) merupakan cabang pengetahuan filsafati yang
menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya,
konsep-konsepnya, dan praangapan-prangapannya, serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang pengetahuan intelektual. Untuk memahami arti dan
makna filsafat ilmu, di bawah ini dikemukakan pengertian filsafat ilmu dari
beberapa ahli yang terangkum dalam Filsafat ilmu
1.
Robert Ackermann: Filsafat ilmu adalah suatu
tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan
dengan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
2.
Lewis White Beck: Filsafat ilmu itu
mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba
menetapkan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
3.
Cornelius Benjamin: filsafat ilmu merupakan
cabang pengetahuan filsafat ilmui yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar
ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapan, serta
letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual.
4.
May Brodbeck: filsafat ilmu itu sebagai
analisis yang netral secara etis dan filsafat ilmui, pelukisan dan penjelasan
mengenai landasan-landasan ilmu.
Berdasarkan pendapat di atas didapatkan gambaran bahwa
filsafat ilmu merupakan telaah filosofis dalam rangka menjawab pertanyaan pokok mengenai hakikat
ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis, dan aksiologisnya.
Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat
ilmu pengetahuan) yang secara lebih khusus mengakaji hakikat ilmu, seperti :
1.
Apa sesungguhnya objek yang ditelaah ilmu
itu? Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara
objek tersebut dengan kemampuan daya tangkap atau persepsi manusia yang membuahkan pengetahuan? Inilah
kemudian secara rinci dikaji sebagai
landasan atau dimensi ontologis
pengetahuan
2.
Bagaimana proses yang memungkinkan
diperolehnya pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa
yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar? Apakah
kriterianya? Apa yang disebut kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara, teknik,
sarana apa diperlukan untuk membantu seseorang dalam mendapatkan pengetahuan
yang berupa ilmu? Jawaban atas pertanyaan seperti ini merujuk pada landasan
atau dimensi epistemologis pengatahuan manusia.
3.
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu
dipergunakan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah-kaidah moral? Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma moral/profesional?
Pertanyaan serupa ini merujuk pada persoalan nilai dan kegunaan atau manfaat
pengathuan itu bagi manusia. Menjawab pertanyaan seperti ini berkaitan dengan
landasan atau dimensi aksiologis pengetahuan manusia.
Adapun tujuan mempelajari filsafat ilmu menurut Amsal
Bakhtiar (2008:20) adalah:
1.
Mendalami unsur-unsur pokok ilmu
sehingga secara menyeluruh kita dapat memahami sumber, hakekat dan tujuan ilmu.
2.
Memahami sejarah pertumbuhan,
perkembangan dan kemajuan ilmudi berbagai bidang sehingga kita dapat gambaran
tentang proses ilmu kontemporermsecara historis.
3.
Menjadi pedoman untuk membedakan studi
ilmiah dan non ilmiah.
4.
Mempertegas bahwa persoalan antara ilmu
dan agama tidak ada pertentangan.
5.
Bagi mahasiswa dan peneliti, tujuan
mempelajari filsafat ilmu adalah
a.
seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat
memahami persoalan ilmiah dengan melihat ciri dan cara kerja setiap ilmu atau
penelitian ilmiah dengan cermat dan kritis.
b.
seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat
melakukan pencarian kebenaran ilmiah dengan tepat dan benar dalam persoalan
yang berkaitan dengan ilmunya (ilmu budaya, ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu
keperawatan, ilmu hukum, ilmu sosial, ilmu ekonomi dan sebagainya) tetapi juga
persoalan yang menyangkut seluruh kehidupan manusia, seperti: lingkungan hidup,
peristiwa sejarah, kehidupan sosial politik dan sebagainya.
c.
Seseorang (peneliti, mahasiswa) dapat
memahami bahwa terdapat dampak kegiatan ilmiah (penelitian) yang berupa
teknologi ilmu (misalnya alat yang digunakan oleh bidang medis, teknik,
komputer) dengan masyarakat yaitu berupa tanggung jawab dan implikasi etis.
Contoh dampak tersebut misalnya masalaheuthanasia dalam dunia kedokteran
masih sangat dilematis dan problematik, penjebolan terhadap sistem sekuriti
komputer, pemalsuan terhadap hak atas kekayaaan intelektual (HAKI) ,
plagiarisme dalam karya ilmiah.
B. RUANG LINGKUP DIMENSI KAJIAN FALSAFAT
ILMU
1.
DIMENSI
ONTOLOGI (HAKEKAT APA YANG DIKAJI/ILMU TENTANG ADA)
a.
Definisi Ontologi
Objek
telaah ontology adalah ‘yang ada’ pada tataran study filsafat pada umumnya
dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketikan
kita membahas ‘yang ada’ dalam konteks filsafat ilmu. Ontologi membahas ‘yang
ada’ yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berupaya
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan. Lorens Bagus (Muhajir,
1997:57) menegaskan bahwa ontology menjelaskan ‘yang ada’ yang meliputi semua
realitas dalam semua bentuknya.
Ontologi
merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ‘onta’ berarti ‘ yang
bearada’ dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran yang berada.
Dengan
demikian, metafisika umum atau ontologi adalah cabang filsafat yang
membicarakan prinsip paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
b.
Objek Kajian Ontologi
Objek telaah ontology adalah yang ada, yaitu ada
individu dan ada yang umum, ada yang terbatas dan ada yang tidak terbatas, ada
yang universal dan ada yang mutlak, temasuk kosmologi dan metafisika, dan ada
sebuah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa,
Pencipta dan Pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada pada
tataran studi filsafat pada umumnya dilakukna oleh filsafat metafisika. Istilah
ontology banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks filsafat
ilmu.
1)
Metode dalam ontology
Lorens Bagus memperkenalkan tiga tingkat abstraksi
dalam ontology yaitu abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi
metafisik. Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek,
abstraksi bentuk mendeskripsikan metafisik mengenai prinsip umum yang menjadi
dasar dari semua realitas. Abstraksi yang dijangkau oleh ontology adalah
abstraksi metafisik. Metode membuktikan dalam ontology dibedakan menjadi dua
yaitu pembuktian Apriori adalah pengetahuan yang ada sebelum bertemu
dengan pengalaman atau dengan kata lain, sebuah istilah yang dipakai untuk
menjelaskan bahwa seseorang dapat berpikir dan memiliki asumsi tentang segala
sesuatu, sebelum bertemu dengan pengalaman dan akhirnya mengambil kesimpulan. Hal ini dipakai
untuk mengkritik filsafat empirisme yang hanya menekankan yang logis, yang dialami, yaitu selalu bergantung pada
pengalaman, hal itu disebut sebagai A posteriori. Jadi dapat disimpulkan bahwa Pengetahuan
apriori : pengetahuan yang tidak tergantung
pada adanya pengalaman atau yang ada sebelum pengalaman. Pengetahuan aposteriori : terjadi
sebagai akibat pengalaman.
2)
Metafisika
Metafisika
merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat
mendasar yang berada diluar pengalaman manusia.
Ditinjau
dari segi filsafat secara menyeluruh metafisika dalah ilmu yang memikirkan
hakikat dibalik alam nyata. Matafisika membicarakan hakikat dari segala sesuatu
dari alam nyata tanpa dibatasi pada sesuatu yang dapat diserap oleh panca
indra.
3)
Asumsi
Pendapat
yang telah oleh beberapa teori
dan fakta yang dapat dibuktikan secara rasional. Berkenaan dengan pengkajian
konsep-konsep, penggadaian. Dengan demikian filsafat ilmu erat kaitannya dengan
pengkajian analisis, konseptual dan bahsa yang digunakannya, dan juga
dengan perluasan serta penyususnan cara-cara yang lebih ajeng dan lebih tepat
untuk mempeoleh pengetahuan.
c.
Aliran-Aliran dalam Metafisika Ontologi
Ontology
atau bagian metafisika yang umum membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh dan mengkaji persoalan persoalan seperti hubungan akal dengan benda,
hakikat perubahan, pengertian tentang kebebasan, dan lainnya.
1)
Aliran Monoisme
Pahan yang
menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh pernyataan itu hanyalah satu
saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik
yang asal berupa materi maupun berupa rohani. Tidak mungkin ada hakikat masing
masing bebas dan berdiri sendiri.
Menurut Rappar
(2005) : 45 ) aliran materialism menolak hal-hal yang tidak terlihat. Bagi
materialisme ada yang sesungguhnya
adalah yang keberadaannya semata mata bersifat material atau sama sekali
bergantung pada material. Dengan demikian bagi materialism realitas yang
sesungguhnya adalah alam kebendaan,sesuatu yang riil atau nyata.
Menurut Thals,
muncul Anaximandros (540-640 SM) yang berpandangan tentang asa pemula dari
segala sesuatu adalah hanya satu yaitu yang tidak terbatas. Anaximandros tidak
mengakui pandangan Thals yang mengemukakan bahwa asa pertama dalah air. Sebab
air tidak mungkin ada dimana mana,ditempat kering, di tempat basah, tinggi,
rendah, temasuk juga api. Air adalah yang terbatas. Oleh karna itu alas an
utama yang menyusun adalah yang tidak terbatas.
2)
Aliran Dualisme
Aliran yang
mencoba memadukan dua paham yang saling bertentaangan, yaitu materialism dan
idealisme. Menurut aliran dualisme materi maupun roh sama sama merupakan
hakikat. Materi muncul bukan karna danya roh, begitupun roh muncul bukan karna
materi. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya aliran ini masih memiliki
masalah dalam menghubungkan dan menyelaraskan aliran tersebut. dengan demikian
materi dan bentuk tidak dapat dipisahkan. Materi tidak dapat terwujud tanpa
bentuk, sebalikanya bentuk tidak dapat berada tanpa materi. Tiap benda yang
dapat diamati disusun dari bentuk dan materi.
3) Aliran
Pluralisme
Paham pluralisme
berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme
bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semunya
nyata. Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini
tersusun dari banyak unsur,lebih dari satu atau dua entitas.
4) Aliran
Niklisme
Dalam paham
niklisme menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan kreatifias manusia.
Aliran ini tidak mengakui validitas alternative positif. Dalam pandangan niklisme
Tuhan sudah mati. Manusia bebas berkehendak dan berkreatifitas.
5) Aliran
Agnotisisme
Menganut paham bahwa manusia tidak
mungkin mengetahui hakikat sesuatu dibalik kenyataan. Manusia tidak mungkin
mengetahui hakikat batu, air, api dan sebagainya. Sebab menurut aliran ini
kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu
yang ada, baik oleh indranya maupun pikirannya. Paham agnotisisme mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda baik hakikat materi maupun hakikat
rohani.
d.
Teologi
Teologi adalah
bagian dari bidang ontology. Istilah teologi memiliki pengertian yang sangat
luas dan beragam. Dalam kamus teologi dijelaskan bahwa teologi dalam bahasa
yunani artinya pengetahuan mengenai Allah, yaitu usaha methodis untuk memahami
serta menafsirkan kebenaran wahyu (Gerald O’Collins dan Edward G, 2001:314).
Dalam bahasa latin teologi di artikan ‘ilmu yang mencari pemahaman’ maksudnya
dengan menggunakan sumber daya rasio khususnya ilmu sejarah dan filsafat,
teologi selalu mencari dan tidak pernah sampai pada jawaban terakhir dan
pemahaman yang selesai.
Sedangkan yang
dimaksud dengan teologi dalam ruang lingkup filsafat metafisika, menurut
sudarsono (2001: 129) adalah filsafat ketuhanan yang bertitik tolak semata mata
kepada kejadian alam. Pembahasan filsafat keTuhanan ini mengkaji tentang
keteraturan hubungan antara benda benda alam sehingga orang meyakini adanya
pencipta alam atau pengatur alam tersebut.
2.
DIMENSI
EPISTEMILOGI (CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR)
a.
Pengertian epistemology
Epistemology
sering juga disebut dengan teori pengetahuan. Secara etimologi istilah
epistemologi barasal dari kata yunani epiteme
yang artinya pengetahuan, dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi
epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
stuktur, metode, dan syahnya (validitas pengetahuan).
Menurut
Conny Semiawan, dkk (2005 : 157) epistemology adalah cabang filsafat yang
menjelaskan tentang masalah masalah filosofis sekitar teori pengetahuan. Epistemologis
memfokuskan pada makna pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep,sumber dan
kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.
Secara
sistematis, Harold Titus (1984 : 187-188) menjelaskan tiga persoalan pokok
dalam bidang epistemology yaitu sebagai berikut.
1)
Apakah sumber pengetahuan itu?
Darimanakah pengetahuan yang benar itu? Dan bagaimana cara mengetahuinya?
2)
Apakah sifat dasar pengetahuan itu? Apa
ada duni yang benar-benar diluar pikiran kita? Dan kalau ada, apakah kita bias
mengetahuniya?
3)
Apakah pengetahun itu benar (valid)?
Bagaimana kita dapat membedakan yang benar dan yang salah?
Epistemology mengikuti sumber, sarana, dan tata cara
menggunakan sarana tersebut untuk mencapi pengetahuan ilmiah. Perbedaan
mengenai pilihan landasan ontology akan dengan sendirinya mengakibatkan
perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal, budi,pengalaman,
atau kombinasi antara akal dan pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang
dimaksud dengan epistemology, sehingga dikenal dengan adanya model model
epistemologis seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, atau rasionalisme
kritis, postitifisme, fenomenologis dengan berbagai vafiasinya.
Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia melalui
akal, indra, dan lain lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan,
diantaranya adalah sebagi berikut :
1)
Metode induktif
Metode yang
menyampaikan pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam suatu
pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal
sampai pernyataan-pernyataan universal.
Dalam induktif,
setelah diperoleh pengetahuan maka akan digunakan hal-hal lai, seperti ilmu
mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanaskan dia akan mengembang, bertolak
dari teori ini akan tau bahwa logam lain yang kalu dipanaskan juga akan
mengembang. Dari contoh diatas bias diketahui bahwa induksi tersebut meberikan
suatu pengetahun yang disebut sintetik.
2)
Metode deduktif
Deduksi adalah
suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data mepiris diolah lebih lanjut
dalam suatu system pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif adalah adanya perbandingan logis antara kesimpulan kesimpulan itu
sendiri.
3)
Metode positifisme
Metode ini
berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang factual, yang positif. Ia mengesampingkan
segala uraian diluar yang ada sebagi fakta. Oleh kara itu ia menolak
metafisika. Apa yang diketahui secara positif adalah segala yang tampak dan
segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu
pengetahuan dibatasi kepda bidang-bidang gejala saja.
4)
Metode komtemplatif
Metode ini
menyatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan akan berbeda-beda, harusnya
dikembangkan satu kemampuan akal yang disbeut dengan intuisi (untuk
kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas. Sepertinya pemahaman itu tiba-tiba saja datangnya dari dunia
lain dan di luar kesadaran. Misalnya saja, seseorang tiba-tiba saja terdorong
untuk membaca sebuah buku)
5)
Metode dialektif
Dalam filsafat
dialetika mula-mula berarti metode Tanya jawab untuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya
diskusi logika. Kini dialetika berate tahap logika., yang mengajarkan kaidah-kaidah
dan metode-metode penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
b. Persyaratan
epistemology (Conny R. Semiawan 2005:99)
1) Dasar
pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan
derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman apriori yang juga didasarkan atas hasil
kajian empiris.
2) Semantik
dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang didasarkan
pada penyelidikan ilmiah yang terhubungnya merupakan suatu kebulatan melalui
komparasi dan generalisasi sacara teratur.
3) Sifat
intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intuisi dan sifat
subjektif orang-seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar
kebenaran dari ilmu itu di dalam setiap bagian dan di dalam hubungan menyeluruh
ilmu tersebut, sehingga tercapai intersubjektif.
c. Aliran
aliran dalam epistemology
Secara garis
besar terdapat dua aliran pokok dalam epistemologi yaitu Rasionalisme dan Empirisme,
yang pada gilirannya muncul beberapa isme lainnya misalnya Rasionalisme kritis (kritisme), fenomenalisme,
istisionisme, positivisme, dan seterusnya.
Rasionalisme
adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide
sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran. Hasil
pemikiran para filosof pada zaman klasik hingga kini pada dasarnya tidak lepas
dari orientasi ini, rasio, dan indra. Dari rasio kemudian melahirkan
rasionalisme yang berpijak pada dasar ontologism idealism atau spiritualisme,
dan indra lalu melahirkan empirisme yang berpijak pada dasar ontologism
materialism. Rasionalisme adalah paham yang mengatakan bahwa akal itulah
alat pencari dan pengukur pengetahuan. Pengetahuan dicari dengan akal,
temuannya diukur dengan akal pula. Dicari dengan akal ialah dicari dengan
berfikir logis. Diukur dengan akal artinya diuji apakah temuan itu logis atau
tidak. Bila logis, benar; bila tidak, salah. Dengan akal itulah aturan untuk
mengatur manusia dan alam itu dibuat. Ini juga berarti bahwa kebenaran itu
bersumber pada akal. Rasionalisme itu berpendirian, sumber pengetahuan terletak
pada akal. Bukan karena Rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan
pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran.
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah
alat terpenting dalam memperoleh pengetahuan dan mengetes pengetahuan.
Empirisme adalah
paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti
empiris. Dengan empirisme aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat.
Empirisme juga memiliki kekurangan yaitu ia belum terukur. Empirisme hanya
sampai pada konsep-konsep yang umum. Seorang empirisme biasanya berpendirian,
kita dapat memperoleh pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan diperoleh
dengan perantaraan indera.
Positivisme
adalah
mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisnya, yang
terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting positivisme.Positivisme sudah dapat
disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan
mengatur alam. Positivisme adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang
valid, dan fakta-fakta sajalah yang dapat menjadi obyek pengetahuan. Dengan
demikian, positivisme menolak keberadaan segala kekuatan atau subyek dibelakang
fakta, menolak segala penggunaan metoda diluar yang digunakan untuk menelaah
fakta.
Kritisisme
adalah
menolak paham salinan yang menyangkut penerapan dan pengetahuan berdasarkan
alasan-alasan.
3.
DIMENSI
AKSIOLOGI (UNTUK APA ILMU DIGUNAKAN)
a. Pengertian
Aksiologis
Istilah
aksiologis berasal dari perkataan axios
(Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi
aksiologis adalah ‘teori tentang nilai’ nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang
dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang
dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan
etika dan estetika.
Aksiologi
adalah ilmu pengetahuan yang menyalidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau
dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi adalah juga menunjukkan
kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan di dalam menerapkan ilmu kedalam
praktis.
Berkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi manusia dapat lebih cepat dan praktis
dalam mengerjakan sesuatu. Tetapi apakah benar demikian? Apakah manusia merasa
bahagia dengan kemajuan teknologi. Apakah justru timbul dampak yang
menyensarakan atau menimbulkan malapetaka bagi masyarakat. Bagaimanakah halnya
dengan moral manusia dalam menghadapi akses ilmu dan teknologi.
Aksiologi
memberikan jawaban atas beberapa pertanyaan berikut. Untuk apa pengetahuan yang
berupa ilmu itu diperguankan? Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut
dengan kaidah-kaidah moral?
b. Objek
Aksilogis
Dilihat dari jenisnya, paling tidak
terdapat dua bagian umum dari aksiologis dalam membangun falasafat ilmu yaitu
etika dan estetika
1) Etika
Makna etika dipakai dalam dua
bentuk arti. Pertama, etika merupakan
suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan manusia. Kedua, meruapakan suatu predikat yang
dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia
lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruknya.
2) Estetika
Estetika mempelajari tentang hakikat
keindahan didalam seni. Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji
tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu memgarahkan dalam membentuk
suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat dengan
mudah dipahami khalayak luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembemtukan mode-mode
yang estetis dari suatu pengetahuan ilmiah itu. Estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.
c. Bagian
Aksiologis
Menarik pengertian menurut Bamel
bahwa aksiologi terdiri dari tiga bagian:
1) Moral Cobduct,
merupakan tindakan moral, bidang yang melahirkan disiplin etika
2) Esthetic expression,
merupakan ekspresi Keindahan, melahirkan disiplin Estetika
3) Socio-political life,
meruapakan kehidupan sosoal-politik, yang melahirkan filsafat sosoal politik
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
KESIMPULAN
Seperti yang
telah diuraikan dimuka bahwa untuk dapat membedakan pengetahuan ilmiah
(pengetahuan yang didapatkan secara sains) dengan pengetahuan-pengetahuan yang
didapatkan dengan cara lain, maka pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan
adalah:
1.
Apa (what)
yang dikaji oleh pengetahuan itu, yaitu objeknya (ontology)
2.
Bagaiman (how) cara mendapatkan pengetahuan tersebut, proses dan prosedurnya
(epistemology)
3.
Untuk apa pengetahuan termaksud
dipergunakan, kaitannya dengan penggunaannya dalam kaidah-kaidah moral
(aksiology).
Dalam
ontology termasuk:
1.
Penginderaan
2.
Proses berfikir
Dalam
estimology termasuk:
1.
Prosedur ilmiah
2.
Penalaran
3.
Pembenaran
4.
Cara/teknik/sarana dalam mendapatkan
pengetahuan
Dalam
aksiology termasuk:
1.
Kegunaan ilmu
2.
Kaitan ilmu dengan kaidah-kaidah moral
Tidak ada komentar:
Posting Komentar